Thursday, August 1, 2019

Grebeg Syawal, Tradisi Keraton Yogyakarta di Hari Lebaran





Tujuh gunungan berisi hasil bumi dikawal pasukan berkuda Keraton Yogyakarta pada Hari Raya Idulfitri 1440 Hijriah, . Kebiasaan turun temurun ini yaitu bentuk sukur 'ngarso dalem' berakhirnya waktu puasa di bulan Ramadan. Kebiasaan yang disebut Grebeg Syawal jadi sisi dari nilai historis Wilayah Spesial Yogyakarta. Tiap-tiap tahun, pada 1 Syawal atau seiring dengan Hari Raya Idulfitri, kebiasaan itu diselenggarakan berbentuk upacara kebiasaan di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Gunungan ini dilepaskan lewat acara arakan prajurit kraton sebagai daya tarik spesifik. Kebiasaan ini pula udah berjalan saat beberapa ratus tahun. Sebelum diserahkan ke rakyat, gunungan itu diarak terlebih dulu dari mulai Pagelaran Keraton Yogyakarta ketujuan halaman Masjid Agung (Masjid Gedhe) di Kauman yang memiliki jarak sekitar 1 km. Di masjid ini, Kyai Penghulu dibarengi banyak ulama keraton bersama banyak abdi dalam bakal memanjatkan doa-doa kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran serta kebahagiaan dan keselamatan untuk keluarga sultan bersama rakyatnya serta nusa bangsa secara umum.

Acara keluarnya gunungan dalam baru diawali jam 10.00 WIB, selesai salat Ied. Beberapa ribu orang udah berduyun-duyun mendatangi Alun-alun Utara, tempat berlangsungnya upacara grebeg gunungan.
Selesai berdoa, gunungan setelah itu dilepaskan untuk diperebutkan oleh orang. Berikut sisi yang menarik pelancong serta dirasa paling 'seru'. Orang berjibaku mendapatkan sisi jalinan sebanyak banyaknya. Akan tetapi, pada pokoknya, bukan sebegitu banyak makanan yang diperebutkan, namun keberkahan dan fungsi hasil dari bumi itu. Itu grebeg. Suatu akulturasi budaya serta kebiasaan banyak leluhur yang masih dijaga kelestariannya oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sampai saat ini.

Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat, menjelaskan, kebiasaan ini sebagai bentuk sukur serta sedekah berbentuk hasil pertanian. Kebiasaan grebeg ini yaitu ikon hajat dalam yang berarti sesuatu bentuk kedermawanan sultan pada rakyatnya. Pada hari-hari grebeg itu, Sultan rela memberi sedekah berbentuk makanan serta pelbagai hasil bumi yang lain yang diatur tinggi seperti gunung.

"Yang memang barokah itu suatu yang udah didoakan itu insya Allah memiliki nilai plus. Namun jika makanan udah di doain, kemanfaatannya tambah lebih besar insya Allah, keinginan kita sesuai itu," kata KRT Akhmad Mukhsin, seperti diberitakan krjogja.com.
Lima gunungan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, serta satu dibawa ke Kantor Kepatihan. "Jika dari Keraton sendiri keluarkan tujuh Gunungan. Lima untuk di Masjid Gedhe, satu untuk Pakualaman serta Kepatihan," tuturnya.

No comments:

Post a Comment