Friday, August 2, 2019

Mengenal Tradisi Minum Teh di Keraton Jogja bagiaan upacara adat



Ini yang selanjutnya memperbedakan di antara tata langkah minum kita orang biasa dengan keluarga Keraton Yogyakarta. Beberapa dari kita mungkin terlatih untuk nikmati teh di sore dan pagi hari. Sekalian nikmati udara fresh. Ini berlainan dengan tata langkah minum di Keraton Yogyakarta.

Gedung Patehan Keraton Dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ada satu sisi spesial untuk tempat membuat teh yang disebutkan Patehan. Datang dari kata teh, sisi ini tetap menyiapkan minuman teh untuk kepentingan seharian atau upacara tradisi. Sisi ini ada di samping selatan Pelataran Kedhaton, menghadap ke bagian utara. Patehan ada dibawah pengaturan Kawedanan Hageng (KHP) Purayakara yang sekarang di pimpin oleh KRT Danukusumo. Cucu Hamengku Buwono VIII ini sudah lebih dari 20 tahun mengabdi di keraton.

Adat kirim “unjukan” dari Patehan ke arah Gedhong Prabayekso berjalan semenjak waktu awal kasultanan. Ini karena, dulu disana adalah tempat tinggal pribadi Sultan. Sedang sekarang, Sultan tinggal di lingkungan Keraton Kilen. Semua keperluan minum dan makan seharian disiapkan oleh unit spesial di lingkungan tempat tinggal pribadi. Tetapi, meski begitu, adat yang berjalan tiap jam 11.00 ini masih dilestarikan sampai saat ini.

Proses Pengerjaan Teh
Adat ini diawali dengan proses pengerjaan teh. Tidak seperti orang pemula yang tinggal seduh saja. Proses pengerjaan teh dengan diawali bersihkan anglo, membuat api dari kayu bakar, lalu merebus air dengan perkakas memiliki bahan tembaga. Perlengkapan dari tembaga diambil karena diakui gampang bereaksi dengan zat asam. Hingga tidak hanya untuk kepentingan minum, perkakas ini sekaligus juga berperan jadi pendeteksi toksin.

Air yang diambil dari sumur spesial selanjutnya di rebus. Perebusan tidak memakai kompor kekinian, tetapi memakai kayu atau arang yang diatur dalam anglo tanah liat. Sepanjang proses, api tidak bisa dikipas untuk menghindarkan asap yang bisa memengaruhi rasa minuman.
Proses selanjutnya, membuat seduhan teh (dekokan) di ketel tembaga sepanjang 30 menit tanpa ada bisa diaduk. Sesudah jadi, air teh dituang ke teko-teko tanah atau gelas-gelas untuk disajikan. Juga bisa diencerkan dengan air panas biasa dari ketel yang tetap dihangatkan di atas bara arang.

Untuk jaga kualitas, air untuk teh serta membersihkan perkakas diambil dari sumur yang bebeda. Air yang dipakai untuk bikin teh diambil dari sumur Nyai Jalatundo yang ke arah Keputren. Sedang untuk kepentingan membersihkan perkakas, air bersumber dari sumur Kyai Jalatundo yang ke arah Kasatriyan.

No comments:

Post a Comment