Friday, August 2, 2019

Budaya sakral Tradisi sedekah laut di Yogyakarta



Adat sedekah laut di Yogyakarta, pasnya di pantai Baru, Ngentak, Poncosari, Srandakan, Bantul mendadak dilarang serta diobrak-abrik oleh beberapa faksi dengan mengakibatkan kerusakan property adat yang ada
Polisi sendiri menyelamatkan sembilan saksi sehubungan perkara perusakan property ini. Seluruh pihak tentulah prihatin dengan perusakan itu dikarenakan mencederai budaya serta kearifan lokal yang ada.
Apabila kita melihat, Wilayah Spesial Yogyakarta miliki bermacam keberagaman kultur serta adat rutinitas, baik dari seni pergelaran sampai budaya seperti adat sedekah laut.
Sebagai pertanyaan yakni, apa sedekah laut adalah ritual budaya yang terlarang? Dan semenjak kapan adat sedekah laut ini berkembang?

Adat papar sukur sedekah laut di Yogyakarta
sedekah laut di yogyakarta
Adat sedekah laut di Yogyakarta atau upacara Labuhan gak miliki sumber terdaftar yang menuturkan semenjak kapan adat ini bermuasal.
Diyakini jika adat ini dilanjutkan oleh Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat berpedoman pada kerajaan Mataram (Islam) awal kalinya. Semenjak 16 Masehi, satu kerajaan Mataram udah berada pada tanah Jawa.

Menurut web www.kratonjogja.id, kerajaan Mataram mulainya pusat kerajaan ada di lokasi Yogyakarta, pasnya di lokasi Kota Gede, waktu ini. Akan tetapi, lalu Belanda terus melaksanakan ekspansi sampai pusat kerajaan Mataram lalu rubah ke Kerta, Plered, Kartasura serta Surakarta.
Hingga akhirnya nampaklah Kesepakatan Giyanti 13 Februari 1755, yang merusak Mataram jadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat serta Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Abdi Dalam Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyabudaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Rinta ceritakan, memang budaya yang dilaksanakan penduduk Jawa terutamanya Yogyakarta, adalah fasilitas perkataan rasa sukur, serta hampir mendekati dengan penduduk yang lain.
Bahkan juga, penduduk Jawa yang memeluk Islam, menyisipkan adat. Umpamanya dalam perayaan agama Islam, penduduk jawa mengadakan sodakohan atau memberi sedekah.
Jadi melek literasi yakni satu keniscayaan yang musti kita bangun jadi penduduk Indonesia saat ini. Masalah ini berfaedah supaya kita gak teperdaya pada wawasan sempit serta miskin esensi atas budaya yang mengakar antara kita.

KRT Rinta Iswara mengungkap jika di antara agama serta budaya memang dapat berjalan berbarengan.
“Sebagai orang Jawa kita hendaknya mesti tahu budaya Jawa. Biar tak apriori pada budaya Jawa kita sendiri. Baik yang berwujud seni apa pun semi tari, seni nada, seni adat, macam-macam. Itu sebenarnya adat yang ditunaikan di Jawa itu yakni pertanda orang Jawa yakni orang yang religius,” tukasnya diberitakan Kompas.
KRT Rinta mengatakan, kebudayaan adalah pilar bangsa. Keberagaman tetaplah harus terus-menerus dihormati. Apabila tak mendukung tak menuruti tak apa-apa, akan tetapi tak bisa mengakibatkan kerusakan.

Asik rasa-rasanya tahu lebih dalam tentang budaya yang hakikatnya mengakar dalam diri serta kehidupan bermasyarakat kita.
Beralasan malas cari terlihat gak dapat diperlukan, dikarenakan sekarang semua sumber valid udah ada, tinggal bagaimana kita miliki kemauan buat pengin belajar serta tahu lebih dalam serta gak teperdaya dalam pseudo-doktrin semata-mata.

Bermacam sumber digital di dunia maya udah dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta, Anda yang tertarik pingin tahu lebih dalam tentang kebudayaan Jawa, terutamanya, dapat menuruti beberapa sosial media keraton Yogyakarta

No comments:

Post a Comment