Wednesday, July 31, 2019

Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bali




Tidak hanya pesona keindahan alam yg eloknya mendunia, Bali di kenal juga dengan budaya serta rutinitas yg masih kuat digenggam. Satu diantaranya yg gak dapat terabaikan merupakan rutinitas rutinitas saat acara pernikahan. Pernikahan jadi moment penting di Bali sebab pasangan yg telah menikah mendapatkan status berubah menjadi masyarakat penuh dalam warga. Mereka semakin lebih dikedepankan serta beroleh hak dan keharusan jadi masyarakat kerabat dalam kelompoknya.

Untuk lebih kenal bagaimana serangkaian acara pernikahan rutinitas Bali sekaligus juga arti yg terbersit di dalamnya, yuk baca keterangan dari artikel di bawah ini!

1. Tentukan hari baik dimanfaatkan untuk menyetujui hari baik dimana mempelai wanita dijemput serta dibawa ke rumah mempelai pria
Sehabis melaksanakan proses mamadik atau ngindih (lamaran), ke-2 keluarga tentukan hari baik untuk pernikahan. Masyarakat Bali diketahui religius serta mengakui hari baik untuk pernikahan hingga tentukan hari baik merupakan awal acara pernikahan yg penting.
Hari baik yg sudah di sepakati oleh ke-2 faksi itu dimanfaatkan untuk acara pernikahan dimana calon mempelai pria menjemput serta bawa calon mempelai wanita ke tempat tinggalnya.

2. Ngekeb merupakan ritual siraman yg mempunyai tujuan untuk menyongsong pernikahan, maknanya ke-2 mempelai harapannya bersih dengan cara lahir batin
Satu diantaranya yg mencirikan siraman pada rutinitas Bali merupakan calon mempelai wanita diluluri ramuan dari paduan daun merak, kunyit, bunga kenanga, serta beras yg sudah ditumbuk, dan air merang untuk keramas. Siraman ini berubah menjadi awal baik untuk menyongsong hari pernikahan sekaligus juga untuk bersihkan diri dengan cara lahir serta batin.
Pada ritual ngekeb, calon mempelai wanita dilarang untuk keluar dari kamar mulai sore hari sampai keluarga calon pria ada menjemput.

3. Penjemputan calon mempelai wanita dengan kain kuning tipis bermakna jika wanita sudah siap mengubur masa lampau untuk mengawali hidup baru
Pernikahan rutinitas Bali dijalankan di tempat tinggal faksi lelaki hingga calon mempelai wantia mesti dijemput terlebih dahulu. Penjemputan mempelai wanita dijalankan dengan pakai kain kuning tipis yg dimanfaatkan dari ujung rambut hingga kaki.
Ikon dari kain kuning merupakan mempelai wanita sudah siap mengubur masa lampau jadi lajang untuk mengawali kehidupan rumah tangga baru.

4. Munggah lawang (membuka pintu) merupakan waktu dimana calon mempelai wanita mengetuk pintu calon mempelai pria untuk kesepakatan menikah
Ritual munggah lawang atau membuka pintu merupakan waktu dimana calon mempelai wanita mengetuk pintu calon mempelai pria. Acara ini disertai dengan syair serta tembang yg dinyanyikan oleh utusan ke-2 mempelai.
Apabila mempelai pria sudah membuka pintu bermakna tanda-tanda jika faksi pria sudah setuju. Sehabis mendapatkan izin, calon mempelai wanita digendong ke arah tandu untuk selekasnya dibawa di tempat tinggal keluarga pria.

5. Masegehagung dijalankan untuk menyongsong mempelai wanita, kain kuning bakal dibuka oleh ibu calon mempelai pria serta diganti dengan uang
Penyambutan mempelai wanita di tempat tinggal keluarga pria diawali dengan ritual masegahagung. Pada acara ini, ibu dari mempelai pria buka kain kuning yg dimanfaatkan mempelai wanita serta menukarnya dengan kepeng satakan (nama uang pada kala lampau) sejumlah dua ratus kepeng. Masegehagung berubah menjadi sinyal diterimanya mempelai wanita dalam keluarga mempelai pria.

6. Mekala-kalaan merupakan awal dari acara putuskan benang yg bermakna ke-2 mempelai sudah siap mengawali hidup berkeluarga
Mekala-kalaan atau madengen-dengen merupakan serangkaian acara rutinitas Bali yg terbagi dalam menyentuhkan kaki pada saat sepetan, jual beli, serta menyerang tikeh dadakan, dan putuskan benang. Pertama ke-2 mempelai melaksanakan upacara menyentuhkan kaki pada saat sepetan yg mempunyai tujuan untuk menyucikan serta bersihkan diri. Ritual ini diawali dengan mempelai wanita bawa bakul perdagangan, serta mempelai pria menanggung tegen-tegenan, kedua-duanya berputar-putar sejumlah 3 kali melingkari pesaksi, kemulan, serta penegteg. Sesudah itu baru menyentuhakn kaki pada saat sepetan.

Selanjutnya diteruskan dengan acara jual beli oleh ke-2 mempelai, pekerjaan ini merupakan ikon dari kehidupan berumah tangga yang penting sama-sama lengkapi, memberikan serta isi, sampai mendapatkan arah yg ingin diraih. Usai jual beli, mempelai wanita sudah siap menggenggam anyaman tikar yg terbuat dari pandan muda (tikeh dadakan), sedang calon mempelai pria mempersiapkan keris. Menurut keyakinan Hindu, tikeh dadakan menggambarkan kemampuan Sang Hyang Prakerti (kemampuan yoni), sedang keris pria melambangkan kemampuan Sang Hyang Purusa (kemampuan lingga).

Acara putuskan benang diawali dengan ke-2 mempelai yg berbarengan menanam kunyit, talas, serta andong di belakang merajan (tempat sembahyang keluarga). Ritual ini jadi bentuk melanggengkan keturunan keluarga. Setelah itu putuskan benang yg terentang pada cabang dadap (papegatan) yg bermakna ke-2 mempelai siap mengawali hidup berkeluarga.

7. Ritual setelah itu natab banten beduur, pertemuan keluarga di pura yg memohon doa leluhur untuk menambahkan keturunan
Acara setelah itu pertemuaan ke-2 keluarga di pura pada tempat tinggal mempelai pria yg di pimpin oleh pemangku tolak serta banyak pinisepuh. Upacara ini mempunyai tujuan untuk memohon doa pada leluhur untuk menyongsong keluarga baru serta mendapat keturunan.

8. Paling akhir merupakan upacara mejauman (ma pejati), ritual ini diperuntukkan untuk menghargai leluhur keluarga serta meminta pamit
Upacara majauman merupakan sinyal jika wanita telah menikah serta ikuti suami. Ritual ini diperuntukkan untuk menghargai leluhur keluarga sekaligus juga pamitan pada leluhur mempelai wanita. Kehadiran mempelai wanita disertai dengan bawa pelbagai panganan tradisionil berwarna putih serta merah, kue bantal, apam, sumping, kuskus, wajik, gula, kopi, buah-buahan, lauk-pauk, dsb.

Ritual sek zaman dahulu yang jarang diketahui orang



Sex ialah soal yang mulai sejak awal ada di kebudayaan manusia. Sekalinya sebagian orang memandang obyek satu ini masih tabu buat dibahas, harus disadari kalau sejumlah realitas sex era dahulu serta sex di era saat ini miliki hubungan erat keduanya.

Seperti pada technologi yang alami kemajuan, sex juga berevolusi dalam beragam soal. Sekalinya saling diperlakukan tabu di zamannya, kenyataannya dokumentasi terkait realitas sex dibawah ini masih menarik buat dilihat.

Tersebut 15 realitas sex era dahulu yang butuh Anda ketahui:

1. Dikelitikin agar dapat bergairah
Permaisuri Rusia di masa 18 yang bergelar Yang Mulia Catherine miliki kebiasaan unik buat membuat bergairah sebelum melakukan hubungan intim. Ia akan minta pegawainya buat menggelitiki kakinya terlebih dulu.
Bahkan juga, beberapa bangsawan seperti Anna Leopoldovna miliki pegawai teristimewa yang ditugaskan teristimewa menggelitiki kakinya. Pekerjaan itu dijalankan buat bikin mereka lebih tambah nikmati sex dengan suami mereka.

2. Seks toys buat lelaki
Alat tolong sex buat lelaki ini terbuat dari bulu mata domba alami. Manfaatnya buat tunda ejakulasi.
Seks toys ini ada mulai sejak Jaman Jin serta Song di China pada tahun 1200-an. Bulu mata domba pada alat ini diyakini bermanfaat buat menyulut penis pria.

3. Dildo ‘alami’
Orang era dahulu gak butuh gembar-gembor ‘back to the nature’ agar dapat manfaatkan apa yang berada pada alam. Mereka dapat manfaatkan alam seputarnya buat apa pun.
Di pelajaran riwayat zaman SD, guru kerap menyebutkan kalau di era megalithikum, manusia purba gunakan batu jadi alat buat memburu serta meramu.
Tetapi yang guru riwayat gak sebut pada muridnya ialah nyatanya batu juga diperlukan jadi dildo. Pemanfaatannya sama dengan dildo di era saat ini, yakni dimasukkan ke vagina buat kenikmatan seksual.

4. Pesta serta pacaran a la anak muda Eropa dahulu kala
Di tahun 1920, beberapa anak muda Paris suka sekali hadir ke pesta lewat cara sembunyi-sembunyi. Mereka akan menari, berteman dengan musuh model, berciuman, berangkulan, serta sama-sama sentuh (petting) tidak dengan lakukan hubungan seks.
Buku karya Beatrice Burton ini satu diantara fiksi yang menyimpan pola hidup anak muda era dahulu. Terhitung penolakan mereka pada kebiasaan sopan santun a la generasi tua yang dipandang gak asik oleh anak muda.

5. Pornografi era dahulu
Siapa menyebutkan pornografi baru berada pada era saat ini? Era dahulu lebih kurang 100 tahun kemarin juga pornografi telah dibuat berbentuk photo simpel, lukisan, ataupun dalam karya sastra.
Bahkan juga gambar porno juga disalurkan lewat cara sembunyi-bunyi melalui kartu pos serta transaksi pribadi. Beberapa artis spesialis gambar porno juga dapat hidup dari jual karyanya.
Gaya pornografinya juga bermacam. Gak cuma lelaki serta wanita, pornografi sama-sama model dengan beragam gaya sex juga laku manis.
Jadi Parents, jika merasakan zaman saat ini lebih hilang ingatan pornografinya dari dahulu kala, fikir kembali ya. Orang era dahulu juga banyak yang sesuai ini.

6. Depresi berat? Karena itu dokter akan ‘mengobatinya’ dengan pijat
Wanita jaman Victorian di Eropa kerap merasakan depresi oleh karena ada kultur orang yang jadikan wanita jadi penduduk negara ke dua seusai lelaki. Wanita yang tertekan lewat cara mental akan pergi ke dokter buat membuat lebih baik.
Pada tempat praktik dokter itu, beberapa wanita akan buka celana mereka serta dokter akan memijat vaginanya. Proses penyembuhan yang seperti dengan mendukung wanita masturbasi ini konon membuat wanita merasakan lebih tambah baik perasaannya.
Waduh, jika di era saat ini masih seperti begitu, beberapa dokter akan dituntut sebab lakukan pelecehan seksual pada pasiennya ya. Untung di era saat ini, praktik semacam itu sudahlah tidak ada.

7. Raja Edward VII kerap ke rumah bordil
Beberapa orang menyebutkan kalau rutinitas pergi ke rumah bordil cuma dijalankan oleh rakyat rendahan yang gak memiliki moral. Tetapi di Paris dahulu kala, sekelas Raja Edward VII juga tenar kerap pergi ke rumah bordil.
Sebab jadi konsumen masih, rumah bordil Le Chabanais juga membuat bangku teristimewa bercinta untuk dia. Beberapa pelacur yang melayaninya juga memperoleh kehormatan tertentu sebab ditugaskan layani raja.

8. Buku tips sex
Di masa 18, tips sex buat lelaki yang tengah cari pekerja sex buat ditiduri juga ada. Ditambah lagi pelacuran ialah soal legal di Paris semasa itu.
Di buku ini ada teknik bercinta, strategi memperoleh pekerja sex yang sama dengan kita, tempat lokalisasi, sampai bea beberapa pekerja sex. Buku ini juga tiap-tiap tahun alami beragam up-date serta koreksi biar beberapa lelaki gak salah pilih dalam masalah ‘esek-esek’ bersama-sama beberapa pekerja sex.

9. Pesta sex era dahulu
Di tahun 1700an di Skotlandia, beberapa orang dapat mendaftarkan jadi anggota pesta sex. Satu diantara inisiasi anggota club sex itu ialah, beberapa orang harus pengin minum dalam gelas berwujud penis yang disebarkan dari seorang ke orang yang lain.

10. Koin teristimewa sex
Di zaman kerajaan Romawi, buat menanggulangi halangan bahasa, beberapa prajurit gunakan koin sex buat bertransaksi. Di koin itu, ada pahatan urutan yang mau dijalankan prajurit dengan pekerja sex pilihan mereka.

11. Memalsukan keperawanan
Beberapa wanita di masa pertengahan dituntut menjadi gadis yang masih perawan sampai dia menikah. Tes keperawanan kerap dijalankan sebelum pernikahan.
Beberapa wanita kerap gunakan strategi teristimewa agar melalui tes ini. Bahkan juga pada malam pengantin juga, mereka akan pura-pura kesakitan sekalian keluarkan darah palsu dari vaginanya.
Gak sepakat dengan manipulasi yang dijalankan oleh wanita? Permasalahannya lelaki nakal sebab mereka gak sempat dites keperjakaannya.

12. Layanan pekerja sex buat perjuangan kemerdekaan Indonesia
Kerap dengar kata “Bung” buat menyebut kerabat lelaki? Siapa duga kalau panggilan yang pernah disematkan jadi panggilan unik ke banyak orang itu nyatanya dicetuskan oleh beberapa pekerja sex komersial.
Historia mencatat kalau Affandi membuat poster propaganda buat membawa beberapa pemuda buat bertarung di garis perang. Dalam poster itu tercatat kata, “Boeng? Marilah Boeng.”
Banyak kata itu ialah gagasan penyair Chairil Anwar. Dia memang dengar banyak kata itu dari beberapa pekerja sex yang kerapkali ‘mangkal’ di Senen.

13. Film porno dengan tokoh seperti Soekarno produksi CIA
Agen rahasia Amerika dahulunya benar-benar tidak suka dengan Soekarno. Bagaimana tidak, Bung Karno memang kerap menyampaikan pidato melawan Amerika yang sok berkuasa di banyak negara.
Buat bikin nama Soekarno jatuh, sutradara film porno Hollywood diperintah oleh CIA buat bikin film porno dengan pemeran seperti Soekarno. Usaha ini dijalankan biar beberapa orang memandang kalau presiden Republik Indonesia pertama ini senang main wanita sampai-sampai ia akan kehilangan wibawanya.
Sebab gak mendapatkan pemeran dengan muka yang serius seperti, karena itu CIA gunakan topeng yang menempel di kulit yang seperti dengan Soekarno. Historia mencatat, adegan pornonya juga dijalankan dengan gadis kulit putih yang di ceritakan jadi pramugari pesawat yang diam-diam jadi agen Rusia.
Bukanlah sukses, film porno ini justru jadi boomerang buat pemerintah Amerika. Sebab beberapa lelaki di dunia ke-tiga malah benar-benar nikmati film itu sebab mereka memang suka menyaksikan lelaki Asia bercinta dengan wanita bule.

14. Wanita jadi Gowok
Dahulu di Jawa, ada satu kebiasaan bernama Gowok. Gowok datang dari kebiasaan Cina era Laksamana Cheng Ho yang bernama Goo Wok Niang.
Beberapa wanita Gowok ini disewa oleh keluarga agar dapat mengajarkan remaja lelaki yang siap menikah. Mereka akan tinggal sepanjang beberapa waktu seperti suami istri biar Gowok bisa memberi tahu remaja itu tekniknya memuaskan wanita lahir serta batin.

15. Film ‘esek-esek’ di bioskop
Waktu presiden Indonesia masih Soeharto dengan menteri Penerangan Harmoko, film esek-esek masuk bioskop itu ialah soal biasa. Gak bingung jika ada anak muda pergi ke bioskop, orang tua akan memandang anak muda itu nakal.
Gak seperti saat ini yang banyak sensor, film bioskop era dahulu malah jadikan itu jadi bahan jualan pokok. Bahkan juga di film humor serta horor juga, wanita berpakaian seksi dengan dada menyembul juga jadi menu mesti di layar-lebar.
Jadi, siapa yang menyebutkan jika di era saat ini, medianya lebih kronis dari era dahulu? Hayooo, siapa yang masih ingat film bioskop Cewek-Cewek Pelaut, Hasrat Malam 1 serta 2, Getaran Nafsu, Misteri Permainan Terlarang, Ranjang Bergoyang, serta banyak yang lain.

Itu realitas sex era dahulu yang sempat dicatat oleh riwayat. Jadi buat mereka yang kerap menyebutkan, “Zaman saat ini sudah rusak sebab banyak pornografi serta sex,” karena itu era dahulu juga sesungguhnya menantang problem yang sama.

Tradisi Sabung Ayam Tajen bagian ritual keagamaan.





Pulau bali salah satunya pulau yang ada di Indonesia. Bali populer dengan obyek wisata. Kecuali obyek wisata bali memiliki rutinitas yang unik ialah mengadu ayam atau mungkin dengan kata lain sabung ayam (tajen). Sabung Ayam atau tajen di Pulau Dewata Bali ialah rutinitas rutinitas orang turun temurun di kepulauan Bali yang telah populer di seluruhnya pelosok lokasi serta bahkan juga negara lain.

Tajen Bali ialah bentuk simbolis dalam upacara rutinitas Bali atau yang populer jadi Tabuh Rah ,kecuali untuk acara keagamaan, Tajen Bali adalah satu diantaranya aktivitas hiburan untuk orang Bali.Memang Tajen Bali benar-benar tidak serupa dengan Sabung Ayam, sebab Sabung Ayam punyai iktikad cuma untuk hiburan semata-mata saja dan Tajen Bali adalah satu diantaranya acara keagamaan yang bernama Tabuh Rah.

Kata Tabuh Rah bermakna meneteskan darah ke bumi sebagai sisi ritual bhuta yadnya jadi satu diantaranya lambang permohohan biar bhuta (dampak negatif) tak menggangu serta manusia dapat bebas dari bencana. Tajen pada kisah lampau disasarkan untuk penuhi peranan yadnya berbentuk Tabuh Rah, misalnya Tajen Nyuh serta Tajen Taluh. Ke dua Tajen tipe ini dilakukan sesudah tari kincang-kincung, berbentuk tarian dengan fasilitas tombak serta keris pada saat upacara piodalan tuntas.

Di Indonesia cuma kepulauan Bali yang mendapat izin dari pemerintahan untuk diijinkan kerjakan sabung ayam sebab terkait dengan acara rutinitas juga sekaligus ritual keagamaan di Bali.Sabung ayam telah ada sejak mulai era majapahit. Konon sabung ayam lekat dengan rutinitas tabuh rah yakni satu diantaranya upacara dalam orang Hindu di Bali. Sabung ayam telah menempel serta sulit untuk dibiarkan terpenting untuk golongan lelaki. Pada tahun 1981 terdapatnya larangan sebab disangkutkan dengan judi. acara sambung ayam lalu dilaksanakan dengan cara sembunyi – sembunyi oleh

orang Bali. Tapi saat ini sabung ayam disetiap desa di Bali punyai aturan khusus. Dalam acara sabung ayam atau tajen cuma jadikan hiburan semata-mata, bukan kalah atau menang. Walaupun begitu sebelum acara di sabung ayam mulai kades rutinitas lebih dahulu membuat upacara terhadap Dewa Tajen biar tak berlangsung perselihan sepanjang acara berjalan. Serta rutinitas sabung ayam ini jadi pertunjukan menarik untuk pelancong.Rutinitas sabung ayam adalah rutinitas kuno yang ada pada Bali. Sabung ayam dipentaskan dalam bermacam acara seperti upacara keagamaan, jadi persembahan terhadap beberapa dewa.

Siat Api untuk menetralisir kekuatan negatif




Saat dilaksankannya upacara Usaba Dodol pada sasih Kesanga waktu depan, Desa Pakraman Duda, Selat, Karangasem seiring dengan Waraspati Tilem Sasih Kaulu melaksaankan satu etika kuno yang dimaksud “Siat Api”.
Etika Siat Api terjadi di pinggiran Desa Duda Timur dengan Desa Duda, yang pasti di atas Jembatan Tukad Sang-Sang. Kondisi jadi kian sakral, sebab etika terjadi pada waktu “sandikala” atau perubahan dari siang jadi malam.

Dimaksud Siat Api atau perang api, sebab memang etika ini mirip perang. Namun yang jadikan jadi senjata adalah “prakpak” yang terbuat dari daun kelapa tua diikat serta dibakar. Prakpak berikut ini jadikan jadi senjata oleh beberapa lelaki perwakilan dari ke-2 desa itu, yang menuruti etika perang api secara dipukulkan ke badan faksi musuh.

Etika ini jadi sangat perlu, kecuali untuk melestarikan warisan leluhur pun diakui sebagi langkah untuk menetralkan kebolehan negatif yang berada di lingkungan desa. Harapannya supaya terlepas dari beberapa hal yang tak diharapkan. Terkecuali itu, Siat Api pun dimaknai jadi ujian untuk mengontrol emosi yang ada dalam jiwa manusia.
Menurut Bendesa Etika Duda, I Komang Sujana, etika Siat Api”dengan beragam ritualnya dimaknai jadi pembersihan alam semesta. Baik itu “sekala” ataupun “niskala”, dan untuk kembalikan bagian alam.

“Jadi dengan dilaksanakannya ritual serta etika ini, sebelum Usaba Dodol kita telah bersih lewat cara sekala serta niskala,” papar Sujana dibarengi Perbekel Desa Duda Timur I Gede Pawana selesai etika Siat Api terjadi.
Etika Siat Api di Desa Pakraman Duda memang telah ada sejak mulai jaman dulu, tetapi sudah sempat berhenti karena erupsi Gunung Agung pada tahun 1963. Selanjutnya untuk kali pertama pada tahun 2017 lalu, etika ini kembali dikerjakan. Seterusnya pada tahun 2018 adalah yang ke-2 kali etika ini dikerjakan kembali.

Ritual Mandi telanjang untuk Cari Pesugihan di sumur kembar Bali




Banyak teknik yang dimanfaatkan manusia buat dapatkan impian. Di mulai dari teknik yang halal hingga sampai yang dilarang agama. Sewaktu manusia tidak bisa mengontrol udara nafsunya, karena itu manusia akan ambil jalan apa pun termasuk juga yang terlarang buat dapatkan kemauannya. Lalu, apa yang datang dalam pikiran Anda sewaktu mengalami satu tempat yang dimanfaatkan teristimewa buat mandi telanjang? Serta, tempat itu ada di pulau Dewata yang kondang akan eksotisme pemandangan kelas dunia.

Banyak obyek wisata bisa dijumpai di Bali. Satu diantaranya, sumur kembar yang dimanfaatkan ritual mandi telanjang buat cari pesugihan. Dikasihkan nama sumur kembar lantaran penduduk tidak ada yang ketahui dua sumur itu ada. Dikutip oleh merdeka.com , area pura tirta kembar ini, kalau kita lewat dari Kota Negara di Jimbaran ke arah Gilimanuk.

Waktu masuk Desa Sumbersari, akan mulai masuk rimba. Di selama jalan ke arah Gilimanuk ada sekian banyak pura yang akan ditemui seperti Pura Segara Rupek atau Pura Tirta Empul. Tapi, selesai melalui pura itu, ada anjuran disamping jalan ke arah pura Tirta Sumur Kembar. Tempatnya dekat sama Pura Tirta Empul dan dekat pantai, persisnya di Desa Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Buat hingga sampai di pura ini, harus masuk mencari rimba kurang lebih 10 menit.

Tidak ada yang tahun kapan yang pasti sumur kembar itu ada. Muncul narasi kalau banyak banyak pencuri kayu yang tersesat ke sumur kembar ini, demikian keluar rimba jadi pemeluk agama yang baik.menurut narasi I Nengah Jaba bertindak sebagai penjaga Pura Tirta Sumur Kembar, umumnya peziarah sumur kembar itu menghendaki gampang jodoh cukup hanya mencuci muka serta kerjakan ritual mandi telanjang yang memiliki tujuan buat pesugihan. Buat wanita 'nakal' yang kesana ingin pelarisan atau pesugihan.

Nyata-nyatanya sumur kembar itu cuma disukai oleh wanita. Buat laki laki yang kesana cuma mengincar batu permata seperti mirah, kecubung, jambrut, serta masih banyak. Itu dapat memberikannya sugesti yang jodoh bawaannya buat murah rizki.

Bangunan sumur itu dibagi jadi dua yaitu satu sumur teristimewa buat laki laki serta satunya buat pengunjung wanita. Menurut penjaga ditempat, pengunjung bisa hadir kesana kapan saja dengan maksud baik. Bila tidak paham langkahnya diperintah menanyakan kepadanya, selesai tuntas langsung pulang. Tidak bisa bercakap atau bersantai-santai yang lama disana. Bisa-bisa diusir oleh penjaga dibanding tidak paham jalan pulang seperti dianya yang saat ini hidup dari sesajen yang dikasihkan banyak pengunjung.

Ritual Saraswati Puja memperingati hari turunnya ilmu pengetahuan



Semuanya orang Hindu Bali  mengerjakan ritual Saraswati Puja, jadi bentuk sukur dalam aktualisasi Tuhan Dewi Saraswati atas anugrah ilmu dan pengetahuan.

Orang Hindu Bali berbarengan lakukan ritual Saraswati Puja manfaat memperingati hari turunnya ilmu dan pengetahuan yg dianugrahkan Tuhan dalam manifestasinya jadi Dewi Saraswati. Siswa-siswi tingkat sekolah Basic sampai perguruan tinggi mulai sejak pagi lakukan persembahyangan berbarengan di sekolah semasing. Persembahyangan dijalankan orang di Pura, atau Merajan Kawitan, bahkan juga dirangkai juga dengan ritual mungkah/buka prasasti atau lontar.

Di Kota Denpasar ritual Saraswati Puja dipusatkan di Pura Agung Jagatnatha dipuput Ida Pedanda Gede Putra Wanasari dari Gria Wanasari Sanur.

Wakil Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jayanegara selepas persembahyangan mengemukakan sekumpulan Saraswati Puja, pemerintah kota membawa semuanya siswa-siswa di Kota Denpasar mengerjakan persembahyangan berbarengan di Pura Agung Jagatnatha. Semuanya siswa dikehendaki sanggup miliki spirit baru, saat dikerjakan ritual Saraswati Puja.

“Mudah-mudahan dengan vibrasi Saraswati Puja, sanggup bikin beberapa pelajar jadi generasi muda yg berprestasi serta berfaedah waktu yang akan datang,” ujar Wakil Wakil Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara.

Sejumlah hikmah yang bisa diambil dalam Saraswati Puja ini salah satunya tingkatkan rasa sukur atas anugrah ilmu dan pengetahuan serta kecerdasan, terhindar dari Awidya atau kebodohan ketujuan pencerahan serta kebenaran sejati, belajar lebih bijak seperti ikon burung angsa yg ada dalam perwujudan Dewi Saraswati, dan membangunkan kembali jiwa spiritual dalam diri yg diselimuti ketidakbenaran, supaya terus-menerus ingat pada arah akhir umat Hindu ialah sampai moksa, atau Moksartham Jagadhita Ya Caiti Dharma (Penggabungan Atma Dengan Tuhan/Brahman).

Monday, July 29, 2019

Menelisik Rangkaian Upacara Tawur Memungkah




Rangkaian karya Upacara Tawur Memungkah,mecaru melaspas mendem pedagingan, masupati prelingge lan ningkup di Pura Puseh, Beji danPura Yasa. Upacara ini sebagai paletan yang ke 13 dari 33 tingkatan serangkaian upacara Karya Memungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat, Marisuda Gumi di Pura Basic Buana Gelgel,KLungkung ini.

Dalam ritual ini ada pun Bupati Klungkung Nyoman Suwirta serta Nyonya Ayu Suwirta jadi murdaning jagat Klungkung sekaligus juga lihat penerapan Karya kesempatan ini. Pun ada Buah pikiran Dalam Semaraputra,dan Pengeling Pura basic Buana Gelgel, Klungkung Cokorda Gde Ngurah dari Puri Klungkung dan beberapa panitia karya serta beberapa Klian Banjar Tradisi sejebag Desa Pakraman Gelgel, Klungkung

Menurut Bendesa Pakraman Gelgel Putu Arimbawa,SH penerapan paletan upakara ini dilakukan diantaranya di pura puseh yang dipuput dua orang peranda ialah Buah pikiran Peranda Gde Kediri Putra Keniten dari Gria Kediri serta Buah pikiran Peranda Gde Wayan Jelantik dari Gria wanasari,Karangasem. Selain itu di Beji dipuput Buah pikiran Peranda Gde Kemenuh dari Gria Kutuh ,Kamasan, sesaat di Pura Yasa dipuput Buah pikiran Peranda Gde Rai Pidada dari Gria Sengguhan, Klungkung.

Penerapan Karya yang ke 13 dari runtunan mendekati upacara pucuk Karya Memungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat, Marisuda Gumi di Pura Basic Buana Gelgel,KLungkung ini menurut manggala Kordinator karya Mamungkah ini Dewa Ketut soma katakan pada rahine Bude umanis julung wangi  kesempatan ini diselenggarakan upakara memungkah,mecaru melaspas mendem Pedagingan Masupati Prelingge lan Ningkup di Pura Puseh,Beji danPura Yasa.

“Rangkaian Upakara mendekati pucuk upacara Karya Memungkah, Nubung Pedagingan, Ngenteg Linggih, Pedudusan Agung, Tawur Panca Wali Krama, Mahayu Jagat, Marisuda Gumi di Pura Basic Buana Gelgel, Klungkung sebagai paletan runtunan Karya memungkah,mecaru melaspas mendem Pedagingan Masupati Prelingge lan Ningkup di Pura Puseh, Beji serta Pura Yasa sebagai runtunan paletan yang ke 13 dari 33 tingkatan mendekati Pucuk karya yang jatuh pada tanggal 31 Desember 2018 tahun ini,” papar Manggala Karya Dewa Ketut Soma.

Menurut dia, beberapa tarian wali ritual yang dipertunjukan rangkaian karya kesempatan ini diantaranya sesolahan dipertunjukan Topeng Sidekarya, rejang dewa, rejang rentet serta Baris Gede. Ritual karya kesempatan ini beberapa krama lanang istri terlihat tumpah ruah padati lahan Pura Puseh, Beji serta Pura Yasa diwewengkon Pura Basic Buana, Gelgel, Klungkung.

Tradisi Ritual Nyelung di Buahan mengungkap rasa syukur atas panen yang melimpah



Mengetahui lebih dekat terkait budaya serta kebiasaan unik di Bali yg berkenaan dengan ritual keagamaan, karena itu upacara Nyelung di desa Buahan Payangan wajar buat anda tahu, ditambah lagi acara ini dihelat cuma dalam kurun waktu 10 tahun sekali. Akan membuatnya satu upacara bertaraf besar yg aka dikunjungi oleh semua penduduk. Serta ritual tersebut dihelat oleh empat subak desa seperti Buahan, Selat, Susut serta Tengipis di Pura Pucak Pausan di desa Pausan Payangan. Maksud implementasi upacara ini ialah buat mengutarakan rasa sukur pada Ida Sanghyang Widi Wasa (Tuhan Yg Esa) atas semua hasil panen yg berlimpah.

Desa Buahan terdapat di Kecamatan Payangan, kabupaten Gianyar. Bersebelahan dengan Ubud serta Kintamani yakni sejumlah obyek wisata di Bali yg paling digemari banyak orang. Ritual Nyelung ini sertakan semua anggota petani dari empat subak itu juga termasuk keluarga mereka, upacara ini dihelat Pura yg berada di tengahnya persawahan mereka, kebiasaan masa dulu warisan leluhur ini berasal dari tidak suksesnya panen di Subak Gede Buahan sebab serangan hama, setelah itu penduduk subak meminta keselamatan di Pucuk Pura Pausan serta akan janji buat mengerjakan ritual Nyelung yakni menghaturkan hasil pertanian bila permintaan diwujudkan.

Implementasi Ritual Nyelung ini dapat dijelaskan jadi satu kebiasaan unik di Bali dari warisan beberapa leluhur mereka yg masih terpelihara lestari waktu ini, dimana beberapa hasil pertanian (baik yg berwujud buah serta umbi) yg disebut "Jelung", dan beberapa duplikat alat pertanian, pun seekor babi, itik serta ayam diarak penduduk subak dengan berganti-gantian dimulai dengan penduduk subak desa Susut serta Buahan ketujuan Banjar Selat setelah itu ke desa Tengipis serta pada akhirnya hingga ke Pura Pucak Pausan, yg totalnya miliki jarak kira-kira 10 km, disertai dengan musik tradisionil Gamelan Baleganjur dan sorak sorai penduduk. Sesampai di pura Jelung itu disucikan terlebih dulu, setelah itu diarak memutari pura sejumlah 3x oleh penduduk dengan berganti-gantian selanjutnya diusung ke sisi khusus mandala pura.

Ritual Nyelung ini dihelat di hari Selasa, Kliwon, Tambir sasih Kasa tanggal Dibarengi hampir oleh 600 orang penduduk dari empat desa, dengan kirab penduduk, tabuh baleganjur serta sorak sorai beberapa pengiringnya, acara jadi gegap gempita dalam balutan cuaca dingin serta sengatan matahri. Kebahagiaan benar-benar kental berasa, mengiring persembahan jadi puji sukur atas anugerah yg berlimpah ketujuan Pura Pucak Pausan.

Jangan lewatkan Tradisi Makepung perwujudan belajar membajak sawah



Pulau Bali sudah berubah menjadi satu icon wisata Indonesia dengan keindahan alam dan budayanya sanggup mengundang perhatian turis domestik atau luar negeri. Satu diantara wilayah di Indonesia ini miliki beberapa budaya menarik yang mana sanggup memberikannya tampilan tidak serupa ketimbang wilayah yang lain. Satu diantara nama budaya dari Bali yang hingga sampai sekarang masih dilestarikan merupakan Makepung.
Mungkin sejauh ini masih jarang-jarang terdengar, tetapi dari budaya ini merefleksikan rutinitas dan rutinitas istiadat masyarakat Bali yang mendahulukan kerukunan. Bila belum juga pahami berkaitan etika Makepung Bali ini selanjutnya beberapa pembicaraannya supaya lebih jelas dimengerti.

Makepung berubah menjadi satu etika di pulau Bali dimana ada di kota Jembrana. Namun tidak serupa dari etika di Madura, untuk Bali konsisten gunakan kerbau lantaran sapi udah dipandang seperti hewan suci. Makepung miliki makna kejar-kejaran yang mana banyak kerbau bakal berlomba-lomba untuk meningkatkan di situasi area persawahan. Etika ini semula cuma dipakai jadi permainan banyak petani saja, namun dalam kurun waktu sekian tahun terakhir Makepung ini dipakai untuk kesibukan belajar dalam bajak sawah.

Dalam proses balapan itu tiap-tiap kerbau miliki joki seperti pacuan kuda. Saat ini etika Makepung diselenggarakan dengan cara teratur serta berubah menjadi satu kekuatan besar dalam menarik turis. Bukan hanya masyarakat lokal saja, namun dari wisatawan asing memiliki hak ikuti lomba pacuan kerbau itu. Lewat beberapa pergantian, Makepung dapat dijalankan pada pebisnis, karyawan, atapun siapapun yang berkehendak coba tunggangi kerbau di ruangan persawahan.
Umumnya bakal diselenggarakan satu kejuaraan Gubernur Cup untuk memperoleh peserta sejumlah 300 kerbau sampai dari besar hadiahnya begitu menarik. Bukan hanya menghadirkan pacuan kerbau saja, namun dalam proses balapan itu dibarengi oleh pemusik jegog atau gamelan spesial yang dibikin berbahan bambu. Sudah pasti kedatangan dari gamelan itu bakal menaikkan meriahnya perlombaan.

Kemajuan dari etika Markepung ini lumayan menarik dimana pada tahun 1970 awalannya cuma ada satu kerbau saja yang dipertandingkan, namun dari kemajuan waktu didatangkan sepasang lalu berubah menjadi cikar atau gerobak memiliki ukuran besar, serta saat ini lantaran terlampau besar serta sulit diatur jadi ukuran dari gerobak ditukar jadi lebih kecil.
Dari sisi penampakan kerbau mesti dihias semenarik mungkin supaya sanggup mengikat banyak juri, sedang dari ukuran panjang trek atau track berupa “U” dengan panjang 1-2km. Nanti juara lomba ditetapkan bukan cuma dari posisi pertama tuntas menggapai garis finis, dan juga ditetapkan dari ukuran jarak peserta yang kerjakan kompetisi. Seseorang peserta bakal dipandang menang bila udah capai garis finis serta dapat mengawasi jarak dengan peserta yang lain sejauh 10 mtr..

Unik Tradisi Gebug Ende Karangasem untuk memohon hujan.



Bali, diketahui dengan istilah Pulau Dewata dengan pesona alam serta kebudayaan yang bermacam serta unik. Gebug ende adalah antara lainnya. Kebiasaan ini datang dari Desa Sambil, Karangasem, hingga beberapa orang mengatakan “Gebug Seraya” sama dengan tempat dimana kebiasaan ini ada.

Gebug ende datang dari kata gebug yang bermakna memukul. Alat pemukulnya berbentuk rotan yang panjangnya satu 1/2 hingga dua mtr.. Dan, kata ende bermakna alat yang dipakai jadi tameng waktu lakukan permainan. Berbentuk kulit sapi yang dikeringkan, lalu dianyam berupa lingkaran. Kebiasaan ini dilatarbelakangi oleh situasi geografis Desa Sambil yang kering serta tandus, hingga sewaktu kemarau datang penduduk ditempat begitu menghendaki turunnya hujan. Agar sawah mereka tak alami tidak sukses panen lantaran kekeringan. Keadaan yang demikian, bikin penduduk ditempat berembuk serta pada akhirnya tercetuslah gagasan buat lakukan kebiasaan sakral dengan arah buat meminta hujan pada Sang Hyang Widhi Wasa.

Kebiasaan gebug ende kebanyakan diadakan pada kurang lebih bulan Oktober-November. Kebiasaan ini dikerjakan oleh beberapa anak hingga dewasa. Peserta terbagi dalam dua orang laki laki yang memanfaatkan busana tradisi Bali ditambahkan dengan udeng (ikat kepala ciri khas Bali) yang berwara merah, jadi ikon dari keberanian. Sebelum permainan diawali, banyak juru banten (sejenis sesajen) lakukan ritual bekat buat meminta kelancaran acara serta kemakmuran untuk masyarakat Desa

Sambil terutamanya. Permainan berjalan sepanjang sepuluh menit di pimpin oleh dua orang saye (wasit). Sebelum permainan diawali, saye pun bekerja buat mencontohkan serta membacakan uger-uger atau peraturan permainan. Uger-uger itu antara lain: pemain cuma bisa memukul di atas pinggang sampai kepala, tak bisa memukul dibawah pinggang hingga kaki, permainan selesai bila salah satunya pemain terhimpit. Permainan gebug ende disertai oleh gamelan, buat menaikkan meriah serta kegentingan. Penduduk ditempat yakin kalau apabila salah satunya pemain gebug terluka sampai darah mengucur, karena itu peluang hujan bakal turun tambah cepat.

Berbagai Ritual adat untuk mencari jodoh yang dijalankan secara turun temurun



Indonesia udah lebih dahulu miliki metode buat dapatkan jodoh. Bahkan juga hal semacam itu udah berubah menjadi satu etika yg dijalankan lewat cara turun-temurun. Tersebut disini pemaparan lebih jelasnya.

1. Omed-Omedan, Bali
Satu diantaranya etika buat dapatkan jodoh yg paling diketahui di Indonesia merupakan ‘Omed-Omedan’. Satu etika yg datang dari Bali ini udah dijalankan lewat cara turun-temurun. Etika ini dibarengi oleh pemuda serta pemudi yg berusia 17 – 30 tahun serta belum menikah. Kata ‘Omed-Omedan’ sendiri miliki makna ‘tarik-tarikan’ dalam bahasa Bali.

Etika Omed-Omedan
Dalam prosesinya, peserta akan dibagi berubah menjadi dua barisan yaitu laki laki serta wanita. Dalam tiap barisan ada seseorang yg digendong ke atas, yg selanjutnya mereka akan digiring agar sama sama bersua serta bertatapan. Waktu udah bertatapan, peserta yg diangkat barusan akan berangkulan atau berciuman sambil disirami air oleh peserta yang lain.

2. Ngarot, Indramayu
Waktu musim panen datang, banyak gadis serta jejaka di Indramayu akan diarak di desa itu. Satu etika yg diselenggarakan oleh banyak petani ini diperlukan banyak anak muda disana buat cari jodoh. Umumnya banyak gadis akan menggunakan hiasan bunga di kepalanya.

Perayaan Tradisi Ngarot
Ada satu keyakinan yang bisa disaksikan dari hiasan bunga barusan. Kalau bunga itu terlihat layu, itu pertanda gadis itu tidak perawan . Etika ini memang satu acara syukuran banyak petani saat mulai saat panen. Banyak gadis serta jejaka diikutsertakan di sini memiliki tujuan supaya mereka dapat melanjutkan budaya agraris dari banyak generasi awal mulanya.

3. Gredoan, Banyuwangi
Di Banyuwangi pula ada satu etika yg dijalankan buat cari jodoh, Gredoan. Kalau etika Omed-Omedan berkesan dikit liar, kalaupun etika Gredoan dijalankan dengan begitu sopan. Banyak pria dewasa yg belum menikah akan mendatangi langsung rumah sang wanita targetnya buat berteman.

Etika Gredoan
Etika yg dijalankan tiap malam peringatan maulid nabi ini, udah dijalankan lewat cara turun-temurun serta masih dipertahankan sampai waktu ini. Umumnya waktu malam itu, akan di ramaikan oleh pawai yg keliling desa. Gredoan ini berarti merayu, ya banyak pria merayu wanita targetnya melalui cara yg sopan tentu saja.

4. Jaringan, Indramayu
Di Indramayu, ada satu pasar yg disebut ‘Pasar Jodoh’. Banyak pria serta wanita akan kumpul buat cari pasangan hidup. Dalam etika yg bernama etika ‘Jaringan’ ini banyak pria akan memakai sarung buat dapatkan wanita yg dia sukai.

Etika Jaringan
Mereka akan bergabung, berteman bahkan juga sang pria bisa langsung melamar seseorang wanita kalau sudah rasakan sesuai. Tetapi ada pula yg sehabis berteman, sang pria akan ajak wanita berjalan-jalan atau makan bersamanya. Kemudian, sang wanita akan diantar pulang selanjutnya dilamar buat jadikan tunangan.

5. Barempuk, Sumbawa
Dalam etika yg satu ini, ada satu adegan kekerasan yg dijalankan oleh sama-sama lelaki. Banyak pria di Sumbawa akan sama sama waktu buat beradu kebolehan. Ini dijalankan buat mengundang perhatian sang wanita idamannya serta terjadi sepanjang 3 ronde.
Sebab punya kandungan nilai kekerasan, etika Barempuk sudah sempat dibekukan oleh pemerintah ditempat. Sebab kerap berlangsung perkelahian yg terus terusan sehabis acara usai. Tetapi waktu ini, etika itu udah mulai dikerjakan oleh warga Sumbawa.

6 Kabuenga, Wakatobi
Di Wakatobi ada juga etika yg jadikan arena buat cari jodoh, yaitu Kabuenga. Dalam etika ini, banyak wanita akan kumpul dalam sesuatu lapangan terbuka serta jual makanan atau minuman. Banyak pria yg belum menikah diperintah buat ikut ada.

Etika Kabuenga
Waktu etika ini terjadi, banyak pria bisa beli makanan atau minuman yg di jual oleh satu diantaranya wanita. Dimulai dengan itu, didambakan kedua-duanya bisa sama sama tahu keduanya serta bisa meneruskan pertalian ke pelaminan. Sepanjang acara terjadi, etika Kabuenga disertai oleh musik tradisionil.

7. Kamomose, Buton
Di Buton ada satu etika dimana seseorang pemuda lajang akan melempari wanita dengan kacang. Banyak wanita yg udah siap menikah, akan berbaris dengan rapi sembari menggenggam satu wadah buat menyimpan kacang yg dilempari banyak pria padanya.

Etika Kamomose
Banyak pria yg ada dalam acara ini akan berputar-putar memutari barisan banyak wanita barusan sembari melempar kacang menjurus wanita targetnya. Etika yg bernama Kamomose ini dijalankan jadi arena pertemuan banyak pemuda serta pemudi. Kemudian, mereka dapat pilih buat meneruskan ke pertemuan seterusnya ataukah tidak.
Jadi itu readers, kekhasan metode cari jodoh yg berada di Indonesia. Ini sebagai tradisi-tradisi yg udah dipertahankan lewat cara turun-temurun. Kamu yg masih sendiri serta pingin selekasnya dapatkan pasangan, tertarikkah buat coba menuruti satu diantaranya etika yg di atas barusan readers?

Menguak Berbagai keunikan Desa Penglipuran Bali




Desa Penglipuran, Bangli, kecuali diketahui jadi desa terbersih di dunia, pun miliki berbgaia adat unik. Warga Desa Penglipuran hingga sampai sekarang masih menggenggam teguh adat yang diwariskan oleh beberapa leluhurnya mula-mula itu. Bukan hanya masalah tatanan rencana rumah yang masih kental dengan nuansa kearifan lokal, tapi pun masalah adat penguburan mayat. Di desa yang saat ini pun disukai banyak orang dengan loloh don cemcem (seperti jamu tradisionil dengan bahan basic daun cemcem), ada ketidaksamaan dalam soal urutan penguburan di antara mayat laki laki serta mayat wanita. Seperti apa?

Ketua Pengelola Pariwisata Penglipuran, Nengah Moneng mengatakan, sama seperti adat yang diwariskan oleh leluhurnya, ada ketidaksamaan dalam soal urutan penguburan di antara mayat laki laki serta mayat wanita. Buat mayat penduduk yang sejenis kelamin wanita dikubur dengan urutan tengadah atau menghadap ke atas sama seperti urutan mayat yang wajar dikubur di desa yang lain. Dan mayat laki laki, rata-rata dikubur dalam urutan tertelungkup atau menghadap ke tanah.

Menurut Moneng, penguburan mayat melalui langkah ditengadahkan buat mayat wanita serta ditelungkupkan buat mayat laki laki miliki filosofi spesifik. Urutan menengadah atau yang dalam bahasa bali diisitilahkan dengan urutan nungkayak buat mayat wanita melambangkan ibu pertiwi (bumi). Dan urutan telungkup atau yang dalam makna Bali melinggeb buat mayat laki laki, melambangkan akasa (angkasa). “Seperti itu filosofi yang saya temukan dari penglingsir mula-mula,” bebernya.

Tidak itu saja, kala dikubur urutan kepala mayat baik wanita atau laki laki saling diposisikan di arah barat atau arah matahari tenggelam. “Kenapa semacam itu, sebab tempat Pura Dalam Pingit ada di delod kauh (barat daya). Maka itu mayat dikubur fokus ke barat kea rah mata hari tenggelam,” katanya.

Kecuali masalah urutan penguburan mayat, Moneng pun mengatakan kalau kuburan di Desa Penglipuran dibedakan berubah menjadi tiga. Kuburan yang ada paling timur ditujukan pribadi buat memakamkan penduduk yang wafat sebab tidak lumrah seperti bunuh diri serta sejenisnya(salah pati maupun tingkah pati). Sesaat yang ditengah-tengah ditujukan buat memakamkan bayi serta orang dewasa yang belum menikah. “Sedangkan yang paling kauh (barat) ditujukan buat mengubur penduduk yang wafat lewat cara lumrah,” kata Moneng.

Tradisi Ngamuk-amukan Api Danyuh Simbol Luapan Amarah




etika unik diadakan di Kabupaten Buleleng, yang pasti di Desa Padang Bulia, Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, yaitu etika Ngamuk-amukan yang lebih diketahui dengan perang api.
Etika yang dikerjakan pada waktu pengrupukan Tilem Kesanga atau satu hari sebelum Catur Brata Penyepian, dikerjakan dengan turun temurun, dengan menggunkan danyuh (daun kelapa kering) yang dibakar, setelah itu api itu diadu oleh dua orang dengan berbarengan.

Pengrupukan yang dilaksanakan bermaksud buat menyomia Buta Waktu supaya tidak mengganggu manusia pada waktu menjalankan Catur Brata Penyepian yang dilaksanakan sore hari selesai dilaksanakan upacara mecaru pada tingkat rumah satu hari sebelum upacara Nyepi dikerjakan sesuai dengan rutinitas ditempat.
Biasanya Pengrupukan dilaksanakan melalui langkah menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah serta semua pekarangan dengan membakar danyuh, dan memukul beberapa benda apakah saja (umumnya kentongan) sampai membuahkan nada ramai serta berkesan berisik. Tingkatan ini dilaksanakan buat menyomia Buta Waktu dari lingkungan rumah, pekarangan, serta sekitar lingkungan.

Desa Padang Bulia miliki etika Ngamuk-amukan atau kerap pun disebutkan dengan perang api. Media yang digunakan ialah danyuh yang sudah selesai digunakan kala mecaru atau mebuu-buu di semasing rumah penduduk, setelah itu dibawa keluar di muka pintu gerbang masuk rumah. Danyuh itu yang difungsikan Ngamuk-amukan atau perang api oleh warga Desa Padang Bulia.
Kelian Rutinitas Desa Pakraman Padang Bulia, Gusti Kopang Suparta (57) menyampaikan kalau tidak ada bukti riwayat tercatat kapan Desa Padang Bulia kerjakan etika Ngamuk-amukan itu. tapi seingatnya udah terwujud dari sejak dahulu.

“Kapan pertama dimulainya etika Ngamuk-amukan ini? Setahu saya udah ada sejak mulai lahir. Ritual ini dilaksanakan dengan spontanitas, tidak ada banten teristimewa,” kata Gusti Suparta.
Arti filosofis dari etika Ngamuk-amukan inilah temukan dari pembicaraan leluhurnya sebelumnya. Arti Ngamuk-amukan itu menurut yang dia temukan dari banyak leluhurnya ialah ngamuk bohongan serta sekedar sandiwara.
Senjata danyuh yang tersulut api miliki nilai filosofis yaitu amarah yang ada dari dalam diri manusia seharusnya seperti danyuh yang dibakar apinya jadi membesar, kemudia mati dengan demikian cepatnya.

“Senjata Ngamuk-amukan mengapa harus pakai danyuh? Karena banyak leluhur kami dahulu memaknai supaya pembawaan amarah manusia semestinya seperti danyuh yang dibakar. Apinya jadi membesar, lalu mati dalam waktu relatif cepat. Itu bermakna supaya manusia tidak menaruh amarah dendam yang lama, seperti danyuh yang dibakar itu,” terangnya.

Selanjutnya barang siapa yang diikutsertakan Ngamuk-amukan itu?

Seperti dikisahkan Gusti Kopang Suparta, kalau yang kerjakan Ngamuk-amukan atau perang api itu ialah semua penduduk Desa Padang Bulia, tapi amat sering dilaksanakan oleh anak muda, terutama lelaki. Tempatnya lantas diseleksi di jalan raya, di muka pintu gerbang penduduk. Waktu yang pas ialah sandykala. Selesai kerjakan pecaruan dalam rumah semasing. Tidak ada banten teristimewa yang digunakan kala etika ini berjalan, akan tetapi udah dirangkaiakan denga banten pecaruan atau mebuu-buu. Tapi jalannya etika perang api ini lantas berjalan dengan spontan.

Sebelum Ngamuk-amukan mulai, diyakinkan terlebih dulu kalau yang kerjakan perang api dengan memanfaatkan danyuh ini ialah tidak ada sentimen pribadi. Maksudnya adalah untuk meminimalkan berlangsungnya bentrokan dengan cara langsung. Penduduk yang akan berlaga itu udah meyakinkan musuh kedua-duanya, hingga sewaktu ada aba-aba mulai sudah mengetahui tandingannya semasing.

“Melibatkan dua orang dalam pertempuran dengan mengadu api dari danyuh yang dibakar itu. Tidak ada makna menang ataupun kalah dalam etika yang seperti perang api ini. Semua yang turut serta dalam kondisi suka ria, rasa persatuan dalam menyambut raya Nyepi. Menariknya sampai kini tidak pernah banyak remaja yang kerjakan Ngamuk-amukan ini terluka gara-gara terserang api,” jelasnya.

Sewaktu diberi pertanyaan kenapa dikerjakan pada waktu Nyepi?

Gusti Suparta kembali menyampaikan kalau etika Ngamuk-amukan diadakan mendekati Nyepi menurut dia ialah lambang supaya umat manusia pada waktu melaksaakan Catur Brata Penyepian seperti perhatikan geni, perhatikan karya, perhatikan lelanguan serta perhatikan lelungaan dapat jalankan secara baik, tak mesti menaruh rasa dendam serta pembawaan marahnya sewaktu menyambut tahun baru saka.
“Apalagi Nyepi itu kan sunyi, kosong, hening serta sebagai waktu yang pas buat bersemedi kerjakan introspeksi diri serta pengontrolan diri. Jadi tidak bisa sekalipun menaruh amarah ataupuu rasa dendam. Nah Ngamuk-amukan itu yang dilaksanakan jadi teknik buat memusnahkan semua bentuk amarah,” tuturnya.

Suparta lantas mengharapkan supaya apa sebagai etika yang sudah diwariskan oleh banyak leuhurnya sebelumnya supaya terus dilakukan jadi suatu bentuk bhakti pada warisan leluhurnya.
“Tradisi ini tentunya tetap kami kerjakan. Walau tidak ada rekomendasi dari lontar, prasasti, awig-awig ataupun bukti riwayat yang lain, tapi lantaran ini yang kami terima, ini yang diwariskan serta ini yang akan kami lestarikan serta dilanjutkan pada anak cucu selanjutnya,” tutupnya.

Tradisi perang papah (Baris babuang ) turun temurun ratusan tahun yang lalu



Adat perang Papah Biu dikerjakan tiap Purnama sasih ke-enam (bulan purnama ke-6), ketika Piodalan Ida Betara Dalam Pingit, satu pura tua di desa ditempat.

Perang dengan gunakan batang pohon pisang ini dikerjakan oleh beberapa pemuda sejak mulai turun temurun tiap tahunnya. Mereka sama-sama gebuk sekalian menari, bahkan juga sama-sama bergelut. Kerapkali salah satunya dari mereka terluka serta

alami muka sebam atau abuh. Namun, tak pernah ada dendam di antara mereka. Bahkan juga cukup hanya olesan minyak serta percikan tirta, beberapa luka serta kulit abuh pulih dalam tempo satu sampai dua hari.Sebetulnya adat perang Papah Biu oleh penduduk ditempat lebih diketahui jadi tari Baris Babuang.

"Tari Baris Babuang adalah tari baris yang sakral serta cuma ada cuma satu di Bali di desa Pakraman Pengotan. Tari Baris Babuang atau perang Papah Biu udah kami warisi sejak mulai beberapa ratus tahun kemarin," tegas Jro Kopok. Sebelum

acara perang mulai, beberapa ratus pemuda kerjakan tarian sakral Baris Babuang yang dibawakan lewat cara massal. Demikian musik bertalu-talu waktu itu mereka langsung membuat group serta berteriak-teriak kerjakan tindakan sama-sama gebuk dengan gedebok pisang.

Macam macam Ritual Sebelum dan Sesudah Perayaan Nyepi




Nyepi sebagai hari raya untuk umat Hindu yang dirayakan tiap tahun baru saka. Tetapi, Nyepi tidak serupa dengan dengan budaya yang lain yang rayakan tahun baru saka atau rayakan hari besar gama dengan keriangan.
Nyepi sebagai hari dimana umat Hindu Bali mendekatkan diri pada Sang Hyang Widhi lewat sembahyang, puasa, serta meditasi dengan penambahan intropeksi diri, untuk mempelajari nilai pribadi seperti cinta, kebenaran, kesabaran, serta kemurahan hati.

Warga Bali yang beragama Hindu, sebelum dan setelah perayaan Nyepi, mereka akan lakukan ritual jadi persiapan untuk perayaan Hari Nyepi. Ingin tahu ritual apa yang dipertunjukkan di Pulau Bali, selanjutnya keterangan untuk Anda.
Ritual Melasti ,Melisa atau Mekiis
Ritual ini diperuntukan untuk Sanghyang Widhi Wasa, yang diselenggarakan tiga sampai empat hari awalnya untuk mendapat air suci dari laut. Ritual ini dijalankan di Pura yang ada di dekat laut serta dimaknai jadi penyucian beberapa benda pusaka.

Ritual Bhuta Yajna
Ritual ini dipertunjukkan satu hari sebelum Nyepi, untuk mengenyahkan komponen negatif serta membuat keserasian di antara Tuhan, Manusia serta Alam. Warga Bali membuat ogoh-ogoh sepanjang dua bulan sebelum Nyepi.
Ogoh-ogoh atau boneka raksasa itu disinyalir untuk sebagai wakil kejahatan yang dibikin dari bambu serta kertas. Waktu matahari tenggelam, pawai ogoh-ogoh mulai serta warga berjalan sembari mainkan musik kombinasi dari kulkul atau lonceng tradisionil Bali, klakson, gamelan serta tetabuhan.
Saat malam hari, ogoh-ogoh akan dibakar pada suatu upacara pada pucuk Ngrupuk. Ogoh-ogoh dilahap api ialah deskripsi pemusnahan roh jahat. Gak cuma itu, umat pun lakukan tarian, minum, serta pesta sampai mauk untuk menyingkirkan roh jahat yang berada di Pulau Bali.

Ritual Nyepi
Ritual ini diperuntukan untuk refleksi diri dari segala hal yang bisa mengganggu orang yang rayakan Nyepi. Dalam hari Nyepi, tidak diperbolehkan ada sinar atau api yang menyala, serta mensyaratkan warga Bali untuk diam dalam rumah, berpuasa sepanjang 24 jam.

Ritual Yoga/Brata
Ritual ini mulai dari jam 6 pagi dalam hari Nyepi serta terjadi sampai 6 pagi esok harinya. Warga Hindu di Bali habiskan hari dengan meditasi.

Ritual Ngembak Agni/Labuh Bratah
Ritual ini dijalankan seusai hari Nyepi. Ritual Ngembak ini ditunaikan dengan sama-sama bertandang dengan keluarga, tetangga, serta kerabat untuk sama-sama mengampuni. Pemuda Bali di satu diantaranya banjar pun merayakannya dengan Omed-omedan atau ritual Mencium jadi isyarat perayaan tahun baru.

Ritual Dharma Shanti
Ritual Dharma Santi sebagai serangkaian paling akhir acara Hari Raya Nyepi. Ritual ini untuk rayakan pertemanan serta cinta sama-sama untuk keselarasan serta kesejahteraan negeri ini.

Itu beberapa ritual yang dipertunjukkan oleh warga Hindu Bali sebelum dan setelah perayaan Nyepi. Mudah-mudahan berfaedah.

Gubernur himbau Ritual Segara Kertih Digelar di Seluruh Bali



Gubernur Bali, Wayan Koster menginginkan ritual "Segara Kertih" bisa dilakukan di berapa lokasi di Pulau Dewata buat mengawasi kesucian serta keselarasan alam.
"Kita kenal jika waktu ini alam Bali telah banyak tercemar, sudahlah tidak seperti dahulu , sampai-sampai kita harus menyucikannya kembali serta satu diantaranya yaitu dengan upacara Segara Kertih ini," kata Koster kala mengunjungi ritual Padudusan Agung Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung lan Mupuk Pedagingan di Pura Kahyangan Jagat

Dia janji bakal beri dukungan penuh penerapan ritual begitu sebab sebagai sisi penting buat mengawasi keserasian di antara manusia dengan alam, manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) serta manusia dengan manusia yang lain atau yang diketahui dengan filosofi Tri Hita Karana.
"Upacara ini pun searah dengan visi 'Nangun Sat Kertih Loka Bali' ialah mengawasi kesucian serta keselarasan alam Bali bersama-sama didalamnya buat wujudkan kehidupan krama (penduduk) serta gumi Bali yang sejahtera serta bahagia, baik sekala (jasmani) ataupun niskala (rohani)," ujarnya.

Oleh sebab itu, Koster yang Ketua DPD PDI Perjuangan Bali itu mengharapkan supaya upacara Segara Kertih ini bisa juga dilakukan di seluruhnya Bali untuk keserasian alam Bali bersama-sama didalamnya.
Di lain bidang, Koster mengemukakan beberapa Ketentuan Gubernur yang sudah dikeluarkan buat mengawasi alam serta budaya Bali. Salah satunya sudah dikeluarkannya Ketentuan Gubernur Bali Nomer 79 Tahun 2018 perihal Hari Pemakaian Pakaian Kebiasaan Bali, Ketentuan Gubernur Bali Nomer 80 Tahun 2018 perihal Perlindungan serta Pemakaian Bahasa, Aksara, serta Sastra Bali dan Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.

Adapula Ketentuan Gubernur Bali Nomer 97 Tahun 2018 perihal Penetapan Timbulan Sampah Plastik Sekali Gunakan serta Ketentuan Gubernur Bali Nomer 99 Tahun 2018 perihal Pemasaran serta Penggunaan Produk Pertanian, Perikanan serta Industri Lokal Bali.
"Saya ajak seluruhnya penduduk buat turut mengaplikasikan keempat pergub itu. Ini semua buat kebaikan serta kelangsungan Bali ke depan, semuanya ini tidak berjalan kalau tak memperoleh suport penuh dari penduduk," katanya.

Disamping itu, Ketua Panitia ritual "Segara Kertih" I Nyoman Oka menuturkan ritual atau "karya" ini diselenggarakan kembali selesai acara yang sama dilakukan 30 tahun yang lalu,
Dia memberi tambahan, upacara itu ambil tingkatan "Madyaning Penting" dengan gunakan 5 ekor kerbau jadi persembahan serta "dipuput" atau di pimpin 25 sulinggih (pendeta Hindu).

"Ada 3 acara penting sekelompok karya ini. Salah satunya waktu ini kita menjalankan melasti lan segara kertih. Selanjutnya tawur agung
Di saat itu, Gubernur Bali, Wayan Koster dibarengi Wakil Gubernur Bali Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati pula lakukan penandatanganan prasasti.

Sunday, July 28, 2019

Menguak Ritual Mapakelem puncak piodalan




Pucuk karya piodalan di Pura Pusering Jagat Pejeng, disudahi dengan ritual unik.Oleh penduduk ditempat. Ritual ini diketahui dengan istilah mapekelem di Telaga Maya, yang tempatnya pas ada di belakang pelinggih pokok Pura Pusering Jagat. Di kolam tiada air itu, 2 ekor bebek putih malah seperti berenang memutar-mutar.
Selesai persembahyangan bersama dengan pada Pucuk Piodalan yang dipuput Ida Pedanda Lingsir Griya Sanding, beberapa ribu pemedek yang penuhi lahan Pura tidak langsung pulang. Lantaran, masihadasatuprosesi yang kerapditunggu-tunggu penduduk yaitu mapekelem di Telaga Maya.

Ritual ini memang diketahui cukup unik serta di luar logika.Dalam acara ini dengan terlebih dulu diawali menghaturkan sesajen yang dipuput Pemangku Pura Ratu Pasek.Dibarengi beberapa sutra serta juru sapuh, banteng dihaturkan di lahan ‘Telaga Maya’ yaitu satu kolam yang tiada air.
Seseorang juru sapuh bawa dua ekor salaran bebek putih yang kedepannya akan jadikan pekelem. Konon ritual ini harus dijalankan tiap dihelat upacara piodalan jadi symbol persembahan.

Selesai diupacarai serta disertai dengan sembahyang bersama dengan , ke dua ekor bebek yang telah diupacarai langsung dilepaskan.Semua umat yang datang juga langsung tertuju pada sepasang bebek itu.Lantaran sangatlah aneh, bebek yang dilepaskan bebas di lahan telaga maya langsung beraya berenang walaupun tiada air. Kedua-duanya juga tampak seperti nikmati air kolam sembari meliuk-liuk.
Terkadang, ke dua ekor bebek itu nampak menelisik bulunya serta mengepakkan sayapnya seperti selesai berenang.

Panorama aneh serta unik ini juga yang bikin penduduk ditempat yakin apabila telaga maya itu betul-betul sebuahkolam yang penuh dengan air.
Seterusnya, ke dua ekor bebek itu diperebutkan penduduk buat dijaga dirumahnya.
Nyoman Parta, Ketua Komisi IV DPRD Bali yang pernah saksikan acara mapekelem di telaga maya nampak berdecak takjub.

Dianya sendiri tidak mengerti, selesai diupacarai ke dua bebek putih itu nampak berenang di kolam tiada air.
“Saya sangatlah takjub serta yakin apabila telaga mayai ni betul-betul ada airnya.dapat di buktikan, ke dua ekor bebek pakelem itu Terlihat berenang seperti di kolam air. Ini sangatlah unik serta sakral," tuturnya.
Bendesa Pakram Jero kuta Pejeng, Cok Gde Putra Pemayun menyatakan, acara mapekelem di telaga maya ini harus dijalankan tiap gelaran piodalan di Pura Pusering Jagat.
Konon, menurut info, pelinggih telaga maya ini tembus sampai di perairan Nusa Penida.Hingga tiap dihelat mapakelem akan tembus di Nusa Penida jadi pengingat apabila di Pura Pusering Jagat tengah berjalan piodalan.
Lebih, di Pura Pusering Jagat ada pelinggih ratu nusa.

Menelisik Ritual kesurupan masal puncak acara tradisi ngerebong



Kesurupan massal di Bali sebagai satu diantara sisi dari pucuk acara etika Ngerebong. Etika unik ini masih digenggam teguh oleh penduduk Balii, utamanya penduduk di Desa Kesiman, Denpasar.
Ngerebong sendiri sebagai bahasa Bali yg miliki makna kumpul. Ketika etika Ngerebong diselenggarakan, diyakini kalau banyak dewa tengah kumpul.

Etika Ngerebong diselenggarakan tiap enam bulan sekali sesuai sama penanggalan Bali, ialah tiap delapan hari seusai Hari Raya Kuningan atau dalam hari Minggu, Redite Pon Wuku Medangsia.
Pusat diselenggarakannya Etika Ngerebong Bali ada di Pura Petilan, yg terdapat di wilayah Kesiman. Sebelum dimulainya acara pucuk, rata-rata penduduk udah penuhi ruang acara.

Disana juga terdapat sejumlah sajian seperti alunan musik tradisionil, bunga-bungaan dalam tempayan cantik, dan penjor-penjor.
Sebelum upacara diawali, banyak pecalang atau yg biasa dimaksud polisi kebiasaan bakal kosongkan jalanan atau tutup jalan. Jalanan ditutup dikarenakan upacara serta rangkaian etika ngerebong memang sakral.

Untuk mulai upacara ini, penduduk bakal sembahyang di Pura Petilan. Lantas acara bakal makin ramai, lantaran diteruskan karena ada acara beradu ayam di wantilan.
Wantilan sebagai bangunan yg serupa bale-bale. Kemudian penduduk mengarak barong yang disebut ikon kebaikan untuk penduduk pennganut Hindu serta diarak ke arah Pura Pengerebongan.

Di momen-momen mengitari wantilan bakal terdapat sejumlah orang yg kesurupan atau kerasukan. Beberapa orang yg kesurupan itu bakal menggeram, menangis, berteriak, menari-nari dengan dibarengi oleh musik tradisionil beleganjur.
Tidak cuman kerjakan perihal itu, beberapa orang yg kesurupan akan juga bertindak yg berlebihan. Mereka bakal menghujamkan keris pada dada, leher, kepala, serta mereka pun tidak terluka.
Penduduk yg tidak kesurupan kudu menyelamatkan penduduk lainnya yg tidak kesurupan biar menjauhkan orang kesurupan melukai mereka.

Kapabilitas magis roh yg masuk pada badan mereka seakan-akan memberikannya resiko kebal, hingga mereka tidak terluka kendati keris menggoresi badan mereka. Kerasukan sesuai itu memang bakal berlangsung pada etika Ngerebong
Etika Ngerebong Bali sendiri pun miliki maksud, yaitu untuk memperingatkan umat Hindu biar terus mengawasi keselarasan jalinan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sama-sama manusia, dan manusia dengan alam atau yg diketahui dengan arti Tri Hita Karana.

Berakhirnya Etika Ngerebong ini ditutup dengan persembahyangan yg membuat roh-roh pulang ke alamnya. Serta semua penduduk kembali sadar seusai etika sakral ini selesai.
Untuk anda yg tengah liburan di Bali serta mau paham Etika Ngerebong, anda bisa ke arah ke Desa Kesiman, Denpasar. Waktu terpilih bertandang yaitu sebelum waktu 09.00, dikarenakan acara diawali waktu 09.00 WITA.

Tolak Bencana Kembali Diadakan Ritual Purba



Ritual purba Karya Padudusan Agung diselenggarakan tiap tiga atau empat dekade buat memunculkan kembali kebolehan pura yg sudah menipis serta bawa kedamaian di Bumi.
Akhir kali Wayan Rendeh mengambil sisi dalam upacara di pura di kampung halamannya, Desa Pula di Bali, manusia belum datang di bulan.

Ritual purba Karya Padudusan Agung, yg terjemahan bebasnya yakni kerja besar, diselenggarakan tiap tiga atau empat dekade buat memunculkan kembali kebolehan pura yg sudah menipis serta bawa kedamaian di Bumi.
Rendeh, 76, berada pada di antara sejumlah ribu jemaat memakai pakaian putih yg bergabung di pura Siwa, dewa kerusakan, buat ritual-ritual pertama mulai sejak 1968 di Bali.

Dalam pura, banyak pendeta memberi sesajen biji-bijian, bunga, buah serta daging buat menentramkan Siwa serta permaisurinya, Durga, disertai dentingan lonceng.
Gadis-gadis kecil berkain putih serta kuning, dengan hiasan kepala dari daun palem serta bunga marigold, menari dalam kompleks pura dengan iringan musik gamelan yg sakral.

Beberapa anak muda pria menyeret seekor banteng buat melingkari pura 3x sebelum hewan itu disembelih jadi lambang pemberian makanan buat roh jahat. Kambing, babi, kura-kura, ikan serta ulat pula dikorbankan.
"Pengorbanan ini adalah lambang ciri-ciri manusia -- serakah, malas, bodoh serta pemarah," kata Mangku Puseh Pula, satu diantara 36 pendeta yg datang buat menyucikan pura.
​"Maksud terpentingnya yakni menyamakan alam dengan makro serta dunia miro dalam tiap manusia."
Lebih Besar

Upacara tahun ini lebih modern dibanding yg Rendeh lihat hampir 1/2 masa yang lalu.
"Upacara kala itu tidaklah terlalu besar. Kami lebih miskin," kata Rendeh, penduduk desa yg berisi banyak pemahat kayu di luar Ubud.
Pada 1968, desa Pula terasing dari lokasi yang lain di Bali, tiada jalan serta cuma dikit pengunjung yg ada menyalip letusan Guung Agung beberapa puluh km. jaraknya.

Wayan Lebih, 55, menjelaskan upacara beberapa puluh tahun yang lalu sudah membuat perubahan keberuntungan Pula, yg sudah makmur serta membuahkan banyak lapangan pekerjaan dari penjualan pahatan kayu.
Persiapan Beberapa bulan
Perayaan besar memakai cost hampir Rp 2 milyar yg dihimpun dari warga, dengan semasing keluarga menyisihkan minimal Rp 20.000 tiap minggu saat dua tahun buat meraih biaya yg dikehendaki.

Penduduk desa pula dengan suka-rela kerja saat enam bulan buat tugas-tugas terhitung melapisi patung-patung Barong serta Rangda -- inkarnasi Siwa serta Durga -- dengan juta-an biji yg sudah diwarnai.
Ritual-ritual dalam perayaan itu diinginkan dapat menghindar musibah serta kurangi soal di dunia.
Mangku Ketut Suarjana, satu diantaranya pendeta yg pimpin upacara di pura Pula, menjelaskan tidak bijak buat cuma menginginkan berita baik.
"Cuma dewa-dewa yang bisa menghindar musibah. Kita cuma bisa memohon... namun seterusnya terserah banyak dewa."

Ritual Perang Api sarana pembersihan diri dengan menggunakan api



Semua umat Hindu di Bali sudah mengerjakan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1941, Tidak cuman pengerupukan atau pengarakan ogoh-ogoh, di tiap-tiap wilayah di Bali punyai kebiasaan yang berlainan sebelum rayakan Nyepi. Seperti yang berada di Kabupaten Klungkung ini.
Pemuda serta pemudi Puri Satria menyelenggarakan ritual lukat gni di Pura Merajan Agung Satria Kawan, Desa Paksebali, Klungkung, . Ritual ini teratur diadakan satu hari sebelum hari raya nyepi. Seperti apa sich kebiasaan unik ini? Yuk, kenal kebiasaan lukat gni di Desa Paksebali.

1. Mereka memukulkan bara api dari daun kelapa kering ke punggung setiap pemuda
Kebiasaan ini ditunaikan oleh 36 pemuda dari Puri Satria Kawan yang dibagi berubah menjadi dua barisan. Sesaat beberapa pemudi turut terlibat dengan bawa 33 obor. Sepanjang kebiasaan ini berjalan, beberapa pemuda dapat bertelanjang dada serta diberi senjata berbentuk daun kelapa yang telah kering.
Semua diikat demikian rupa serta dibakar memanfaatkan api dari obor yang dibawa beberapa pemudi. Dibarengi dengan gamelan baleganjur, dua pemuda lalu sama sama berhadap-hadapan. Mereka sama sama memukul memanfaatkan bara api dari dedaunan kelapa yang dibakar itu. Seruan beberapa pemuda dengan iringan tabuh baleganjur, bikin keadaannya makin meriah.
"Kebiasaan ini diadakan teratur satu tahun sekali, yang pasti waktu tawur kesanga," tutur Kelihan Pesamuan Puri Satria Kawan, AA Gde Agung Rimawan.

2. Banyaknya daun kelapa kering yang diikat melambangkan arah mqta angin
Rimawan memaparkan, ritual ini ditunaikan jadi bentuk melukat (Pembersihan) dengan media gni (Api). Fasilitas yang diperlukan terdiri dalam daun kelapa kering yang diikat sekitar 36 lembar sejumlah sembilan.
Banyaknya sembilan ini melambangkan pelosok arah mata angin atau Dewata Nawa Sanga jadi pelindung atau benteng keselamatan. Terkecuali itu ada obor sekitar 33 buah jadi simbol kemampuan yang terdiri sesuai dengan arah mata angin serta warna.
"Arti dari ritual ini, punyai arti pemberihan bhuana agung (Alam semesta) serta bhuana alit (Diri manusia). Sampai-sampai ada kedamaian serta keselarasan sebelum kita mengerjakan hari raya nyepi," tutur Rimawan.

3. Meskipun sama sama serang gunakan bqra api, mereka tidak ada dendam
Meskipun beberapa pemuda ini sama sama serang dengan bara api, akan tetapi sesuai dengan ritual tidak ada benar-benar rasa dendam pada kedua-duanya. Malah rasa kekeluargaan makin berasa selesai ritual. Mereka sama sama berangkulan serta bercanda.
"Tidak ada rasa panas waktu dipukul dengan bara api, serta semua semangat. Kebiasaan ini pula bikin rasa solidaritas serta kekeluargaan kami makin erat," tutur seseorang pemuda Puri Satria Kawan, Agung Aris.

Saturday, July 27, 2019

Ritual Ngalap berkah lewat air suci Kadnya Kasada



orang Suku Tengger, pengikut Agama Hindu (Budha Mahayana/Prisada Hindu Jawa Timur) buang sesaji Ongkek ke kawah Gunung Bromo.
"Upacara Kasada ini merupakan point pokok buat masyarakat Tengger Bromo. Prosesinya, mereka bawa sesaji dalam banyaknya banyak, berbentuk hasil pertanian, buah-buahan, pun hewan ternak," kata Supoyo, salah satunya tokoh orang Tengger.

Sebelum melaksanakan upacara yang dilaksanakan saban malam ke-14 bulan Kasada-, banyak orang Tengger memperoleh, atau dalam bahasa Jawa, ngalap barokah lewat air suci dengan melaksanakan Mendak Tirta.
Acara pemungutan air suci ini diakui bermanfaat memperlancar rejeki, jodoh, profesi, dll.
Mendak Tirta cuma bisa dilaksanakan tiga hari sebelum penerapan ritual tradisi Yadnya Kasada,. Tidak cuman masa-masa itu, Mendak Tirta tidak bisa dilaksanakan asal-asalan.

Area buat mendapat air suci ini lantas cuma ada di empat titik, ialah di Probolinggo, Lumajang, Pasuruan serta, Malang. Diantaranya area air suci yang terdapat di Gua Widodaren, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Area gua ini ada dalam suatu bukit curam dibalik Gunung Batok. Buat meraihnya masyarakat yang memakai layanan angkutan umum, seperti kendaraan hardtop, truk, pikap, serta memakai sepeda motor.

"Air suci yang diambil dari beragam tempat itu selanjutnya digiring dalam kirab serta dibawa ke Pura Mulia Poten di Gunung Bromo buat dipakai jadi kelengkapan upacara Yadnya Kasada. Air dari beragam tempat itu, dipertemukan dengan air suci yang diambil dari lain tempat," papar Ngatek, tokoh Mendak Tirta, seperti dinukil dari Liputan6.
Buat mendapat air suci, orang Tengger ke arah Goa Widodaren dengan jalan yang cukup curam.
Buat mendapat air suci, orang Tengger ke arah Goa Widodaren dengan jalan yang cukup curam. |
Zabur Karuru /Di antara poto

Upacara Kasada tahun ini dihelat lebih semarak
Kepala Diskominfo, Statistik serta Persandian Kabupaten Probolinggo, Tutug Edi Utomo menuturkan jika upacara Kasada tahun ini tidak serupa dibandingkan beberapa tahun awal mulanya. Pemerintah ditempat akan menyelenggarakan tampilan pertunjukan seni serta budaya.
Resepsi upacara yang dilaksanakan di Pendopo Agung ini diramaikan iringan obor dari desa ke Pendopo Agung, dengan iringan hiburan vokalis tradisionil.

"Ada eksotika. Eksotika di garap swasta serta pemda dan dihelat setiap waktu 14.00. Kasada mesti mengisap turis, serta bikin mereka begitu lama di Bromo agar bisa bermalam serta berliburan lebih lama, tidak cuma lihat sunset, lalu pulang. Dengan cara ritual, Kasada tidaklah ada pergantian. Yang tidak serupa ya eksotika ini. Dapat menyemarakkan," katanya
Sidik Wijanarko, Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata serta Budaya, menuturkan pemerintah kabupaten (Pemkab) targetkan kunjungan wisata lima % tiap tahunnya, serta tujuan itu tetap terwujud.

Sesaat Camat Sukapura, Yulius Christian, tampilan budaya dalam eksotika ini miliki potensi menarik turis lokal serta luar negeri. "Waktu kita hidangkan budaya, mereka tertarik. Saya menargetkan empat hari turis ada pada Bromo. Soalnya ada tempat wisata penyokong, seperti gua Batman, seruni point, serta kebun strobery," jelas Julius

Ritual Melukat; menyucikan diri guna memperoleh kebaikan



Agama Hindu Dharma yg diyakini sejumlah besar warga di Bali dikenal juga dengan panggilan Agama Tirtha agama air suci Berlainan dari tempat aslinya di India, Hindu di Bali sebagai gabungan Hindu saluran Siwa, Waisnawa, serta Brahma dengan keyakinan lokal orang Bali. Laut, danau, sungai serta sumber mata air dirasa penting sampai mesti dijaga serta dilestarikan. Bukti utamanya dapat disaksikan dari area beberapa pura yg ambil tempat dekat sama sumber air seperti Pura Tanah Lot, Pura Uluwatu, Pura Ulun Danu Beratan, Pura Tirta Empul, serta yang lain.

Dalam ritual umat Hindu, tidak hanya jadi tirtha, air pula digunakan jadi tempat pembersihan diri jasmani serta rohani pada ritual yg disebutkan melukat. Datang dari kata sulukat (su yg bermakna baik serta lukat bermakna penyuciaan), melukat bermakna upacara menyucikan diri buat mendapat kebaikan. Ritual melukat udah dijalankan oleh umat Hindu lewat cara turun temurun buat pelbagai keperluan, tetapi maksudnya terus sama adalah penyucian diri.

Diantara dari umat mengerjakan melukat jadi lambang bersihkan diri dari semua kekotoran buat dapat ada dalam ingatan yg kembali bersih serta terdapat perihal positip buat menyambung kehidupan. Ada pula yg melaksanakannya buat mendapat kesembuhan dari penyakit, mendapat keturunan, kewibawaan serta yang lain. Meskipun begitu kesemuanya sebagai permintaan yg diperuntukkan terhadap Tuhan lewat penghubung air.

Tempat melukat kebanyakan di pilih pada sumber air yg dirasa suci. Menjalankannya dapat berbarengan atau sendiri. Satu diantaranya tempat yg banyak didatangi adalah Pura Tirta Empul, Desa Manukaya, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Di hari spesifik seperti Kajang Kliwon, Manis Galungan, Kuningan atau bersamaan dengan piodalan (hari raya) pura, umat yg hadir dapat sampai beberapa ribu orang. Hari-hari itu di percayai baik buat mengerjakan melukat biar doa serta permintaan mereka dapat terkabul.

Pura Tirta Empul tempatnya berdekatan dengan Istana Presiden Tampaksiring. Dari Denpasar dapat ditempuh dalam kurun waktu satu jam dengan kendaraan bermotor menjurus utara lewat kota Gianyar. Tirta Empul bermakna air suci yg menyembur dari tanah. Air dari sumber mata air di pura ditampung pada suatu kolam besar di sisi dalam pura terlebih dulu sebelum disalurkan ketujuan beberapa puluh pancuran di kolam permandian. Acara melukat dijalankan pada kolam permandian itu.

Semasing pancuran di kolam permandian Pura Tirta Empul mempunyai nama sama dengan peruntukannya seperti pancuran penglukatan, pebersihan, sudamala, cetik (toksin), dan lain-lain. Umat yg ingin melukat dapat menentukan di pancuran mana saja mesti melaksanakannya. Jadi persiapan, umat menghaturkan sesaji serta memanjatkan doa didekat pancuran terlebih dulu. Melukat mulai dengan menguyur kepala, membersihkan muka ataupun mandi sekejap dengan air yg keluar dari pancuran. Selesai melukat, umat lantas lakukan persembahyangan di pura.

Area lain yg seringkali berubah menjadi arah melukat adalah air terjun Gunung Kawi Sebatu serta Pura Selukat, kedua-duanya terdapat di Kabupaten Gianyar. Buat tempat melukat di laut, pantai Sanur di Denpasar sebagai satu diantaranya area yg banyak di pilih. Area di pilih tidak saja lantaran sumber airnya dirasa suci serta terbangun, kebanyakan tempat itu punyai nilai histori. Pura Tirta Empul umpamanya, keberadaanya dihubungkan dengan narasi peperangan di antara Mayadenawa seseorang raja berperangai tidak baik dengan Dewa Indra.

Melukat menyucikan diri dengan penghubung air buat sampai kedamaian serta ketenangan jiwa raga sebagai perihal yg banyak dicari oleh umat Hindu. Semua dilandasi atas kepercayaan jika Tuhan Yg Maha Esa yg memberinya. Serasi jalinan di antara manusia, alam serta Tuhan selalu harus dijaga buat menghadirkan kebaikan hidup sekarang ini ataupun di waktu mendatang.

Ritual upacara Tawur Agung kesanga membersihkan dan mewisuda bumi sebelum Nyepi




Upacara kegamaan umat Hindu yang disebutkan dengan acara Tawur Agung ini sebagai serangkaian
perayaan Hari Raya Nyepi tahun baru saka 1939. Tawur Agung Kesanga sendiri mempunyai tujuan buat bersihkan serta mewisuda bumi sebelum Nyepi, yaitu dimana umat bakal menjalankan tapa brata penyepian.
Upacara ini berdasar pada ide ajaran Tri Hita Karana, yaitu menyesuaikan pertalian dengan tiga unsur, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam semesta. Tawur Agung Kesanga dengan terlebih dulu diawali ritual pemungutan air suci dari situs Istana Ratu Boko yang terdapat di pinggang Pegunungan Batur Agung, gak jauh dari Candi Prambanan.

Seperti dikutip Di antara, acara Tawur Agung diawali dengan acara Mendak Tirta alias menjemput air suci. Dalam ritual Mendak Tirta ini, banyak umat bersamaan mengarak umbul-umbul, beberapa persembahan, gamelan serta ogoh-ogoh ketujuan ke Candi Dewa Siwa. Sehabis datang di muka candi, cuma yang bawa umbul-umbul serta persembahan saja yang masuk ke candi.
Sesaat, dalam Candi Dewa Siwa udah ada pemangku pura yang siap buat kerjakan ritual Mendak Tirta ini. Sehabis arak-arakan datang di Candi Dewa Siwa, ritual mendak Tirta juga diawali melalui langkah melingkari Candi Dewa Siwa sekitar 3 kali searah jarum jam. Dalam kondisi yang khusyuk banyak umat juga kerjakan laris pradaksina itu. Selesai pradaksina,

ombongan arak-arakan yang bawa beberapa ragam persembahan, umbul-umbul, gamelan serta ogoh-ogoh lalu kembali lagi pelataran candi yang udah dipenuhi umat.
Mereka yang bawa sesaji lalu maju ke depan serta meletakkannya ke altar berbentuk meja panjang. Sebelum diawali acara sembahyang, ada pementasan tari-tarian. Gadis-gadis cantik berkebaya putih dengan rambut hitam berselipkan bunga kamboja terlihat luwes menggerakkan tubuhnya. Bermacam tarian juga dipertontonkan seperti tari topeng, pendet, barong, serta kadang terselip tarian unik Jawa, gambyong. Semua mata juga seakan tersihir dengan keluwesan banyak penari yang menggerakkan tubuh dengan sepenuh hati.

Ritual Pengambilan Air Mendak Tirta sumber air dianggap keramat.




Mendak Tirta berubah menjadi satu diantara etika unik di Boyolali mendekati Nyepi. Tidak hanya memanjatkan impian penduduk, ritual ini pun memvisualisasikan toleransi antar penduduk, lo. Seperti apa jalannya etika ini?
Ritual Pemungutan Air Mendak Tirta, Etika yang Sampaikan Toleransi di Boyolali
Mendekati Hari Raya Nyepi pada, umat Hindu di sebagian wilayah di Indonesia punyai beraneka etika unik.
Satu diantara etika unik itu yaitu Mendak Tirta yang diantaranya diselenggarakan di Boyolali, Jawa Tengah. Hm, seunik apa etika ini?

Diselenggarakan di Umbul Siti Inggil serta Guyangan Dukuh Karangduwet, Desa Bendangan, Mendak Tirta yaitu acara pemungutan air dari sumber Karangduwet yang dipandang sakral.
Sumber mata air ini dipandang sakral oleh penduduk karena getaran spiritulnya di rasa kuat.
Sebelum datang di mata air, penduduk lakukan kirab dengan bawa dua gunungan berisi hasil bumi. Penduduk desa yakin, air yang diambil dari umbul akan bawa pencerahan hidup, kedamaian, kebahagian, dan keselamatan untuk mereka.

Selesai diambil, air itu pun kedepannya bakal dimanfaatkan dalam upacara Tawur Agung di Candi Prambanan.
Pinandito Sutanto bertindak sebagai Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mengemukakan, Mendak Tirta pun sebagai perwujudan toleransi penduduk Boyolali. Ini sebab gak cuma penganut Hindu saja yang terjebak.
Agar ritual ini berjalan mulus, penduduk lain lantas ikut menunjang mereka. Wah, benar-benar etika yang wajib dijaga untuk keutuhan negeri ini

Friday, July 26, 2019

Tradisi menindik telinga di desa tenganan Bali



Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali, bocah lelaki ataupun wanita mesti ditindik saat berusia 3 bulan. Ini bukanlah untuk model atau ikuti mode. Tapi sebagai kebiasaan yang nampak dengan misterius yang berada pada desa Bali Aga atau Bali Kuno itu.
Ada di desa Tenganan tidak saja merasakan bentuk bangunan ataupun logat bahasanya saja yang merasa tidak serupa ketimbang dengan Bali umumnya. Disana banyak kebiasaan yang masih dipandang asli serta hingga saat ini masih dipertahankan. Di desa Tenganan tidak juga ada kebiasaan pembakaran jenasah atau ngaben sebab penduduk di sana memegang mengetahui Hindu yang menyembah dewa Indra.

Tetapi yang cukup unik, semua beberapa anak penduduk desa Tenganan telinganya kelihatan ada sisa tindik. Untuk orang dewasa, lobang tindik itu kelihatan lumayan besar. Seperti yang kelihatan di daun telinga I Putu Arsa yang jadi tetua kebiasaan desa Tenganan. Menurut Arsa, kebiasaan itu telah dijalankan semenjak desa itu berdiri serta hingga saat ini masih dijalankan oleh anak turunnya.
“Tidak ada catatan sah kenapa penduduk di tempat ini mesti melobangi daun telinga. Tetapi sejak dahulu kami yakin bila ada yang tidak melobangi daun telinga akan ada malapetaka. Bahkan juga, bila telah ditindik setelah itu tertutup saja, itu kami kira cacat serta tidak diikutikan dalam kesibukan di desa ini,” jelas Putu Arsa.

Dijelaskan , hal yang dipandang cacat pun berlaku untuk daun telinga yang telah berlobang tetapi selanjutnya robek sebab satu dikarenakan, contohnya kecelakaan. Bila orang telah dipandang cacat dengan kebiasaan serta kebiasaan, mereka cuma bisa berkawan serta tinggal di desa itu. Tetapi peraturan di desa Tenganan melarang untuk ikuti semua kesibukan ditambah lagi ritual.
Menurut Putu Arsa, orang yang masuk kelompok ‘cacat’ mendapat sangsi berwujud pengasingan dengan hanya terbatas. Kenapa?

“Karena mereka dipandang tidak sanggup jaga apa yang telah digariskan serta diperintah oleh banyak leluhur di desa kami. Jadi sebisa-bisanya kami semua mesti jaga biar daun telinga masih berlobang,” tutur Arsa sambil tunjukkan lobang tindik di ke dua daun telinganya.
Beberapa orang yang dipandang cacat sebab lobang daun telinganya robek ada juga di desa Tenganan. Harus, sangsi kebiasaan ditempatkan pada orang itu serta seumur hidup akan tidak diikutkan dalam kesibukan kebiasaan. Buat penduduk di desa Bali Aga Tenganan Pegringsingan, sangsi itu cukup berat sebab keterkaitan satu orang dalam banyak kesibukan kebiasaan serta ritual dilihat jadi penghormatan sekalian penghargaan.

“Ada pun yang semacam itu. Sesungguhnya kecelakaan itu tidak dengan berencana. Sebab profesinya jadi tukang, tidak dengan berencana lobang telinganya terlibat hingga robek. Walaupun masih dapat gunakan giwang tetapi tidak prima, jadi itu terhitung cacat serta tidak diikutkan dalam upacara kebiasaan, punya arti tidak bisa ikut serta langsung,” jelas Putu Arsa.
Jaga lobang tindik di daun telinga masih mulus pun terkait dengan upacara sewaktu melobangi kuping bayi. Siapa-siapa saja yang ikut serta dalam ritual itu mesti kenakan giwang tidak dengan terkecuali lelaki atau wanita.

Sedang bentuk giwang yang digunakan golongan pria terbuat dari kulit daun ental atau daun lontar. Sesaat golongan perempuannya mesti kenakan subeng emas atau giwang emas yang mempunyai bentuk seperti peluru. Dengan demikian, tiap-tiap keluarga di sana tentunya menaruh subeng dari emas yang ukurannya besar.
“Subeng untuk wanita dimaksud subeng cerorot. Bila lelaki biasa saja, kita bikin dari kulit daun ental. Selesai acara tuntas giwang bisa dilepaskan . Jadi peranan lobang itu sesungguhnya cuma saat ada upacara, sekalian jadi keunikan orang Tenganan asli,” kata Putu Arsa.

Buat penduduk Tenganan yang ada di ujung timur pulau Bali ini, kenakan giwang untuk lelaki dipandang lebih berwibawa. Sedang perempuannya jadi lebih cantik serta melambangkan sifat-sifat keibuan.

Proses Jadi Manusia

Upacara melobangi daun telinga dimaksud dengan upacara nyangjanggan sebagai babak perkembangan manusia setelah itu ditradisikan hingga saat ini.
Pertama ialah upacara waktu bayi dilahirkan. Seperti di wilayah lain, penduduk desa Tenganan pun memperlakukan ari-ari secara baik. Selain itu, waktu putus tali pusar ada juga upacara yang bersama. Serangkaian kebiasaan itu bakal berbuntut sampai remaja serta dewasa. Waktu beranjak remaja, bocah-bocah Tenganan bakal dikarantina dengan masuk ke rumah gedong untuk jalani pingitan.

Tiap-tiap rumah di Desa Tenganan Pegringsingan terbagi dalam satu gapura jadi pintu masuk khusus. Dalam gapura ada empat bangunan yang terletak, satu ada di muka, dua ditengah-tengah serta satu pada sisi paling belakang
Kearifan lokal yang masih digenggam teguh warga Tenganan Pegringsingan pun kelihatan dari peraturan kebiasaan yang melarang penduduk menebang pohon di bukit yang ada di sana dengan asal-asalan

lobang
Jaga lobang tindik di daun telinga masih mulus pun terkait dengan upacara sewaktu melobangi kuping bayi :
giwang1
Giwang yang pribadi digunakan penduduk desa Tenganan dalam satu upacara

Sepanjang jalani periode pingitan mereka mesti sendiri, tidak bisa bicara tidak juga bisa berjumpa siapa-siapa saja. Hingga sejumlah lama, baru orang yang dipingit itu bisa keluar dari rumah gedong serta bisa berjumpa orang. Tetapi, mereka masih belum diijinkan berkomunikasi atau mungkin tidak bisa keluarkan suara.
“Tidak bisa dibawa bicara serta keluarkan suara dimaksud metamiang. Bila dimisalkan sebelum jadi kupu-kupu mereka jadi kepompong dahulu. Ini sisi metamorfosa kehidupan,” jelas Putu Arsa.

Proses berbuntut dengan diijinkannya orang yang dipingit bicara dengan orang tetapi masih hanya dengan penduduk desa Tenganan Pegringsingan. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar pagar desa belum diijinkan. Proses paling akhir untuk jadi seseorang manusia sejati dengan tersedianya upacara imbal balik atau sama-sama melayani.
“Artinya memberikannya jamuan pada penduduk serta layani tamu yang ada ke rumah dengan bermacam jamuan. Selanjutnya bisa pergi kemana sajakah. Bila telah jadi kupu-kupu dapat terbang sejauh mungkin,” terangnya demikian.

Untuk wanita Tenganan Pegringisingan, selesai acara itu dilalui dapat masuk organisasi desa serta aktif di sana. Tetapi, batas untuk wanita dalam organisasi desa cuma hingga berusia 13 tahun. Selanjutnya non aktif. Sesaat untuk lelaki tidak langsung dapat ikut serta dalam organisasi sebab statusnya masih calon anggota.
Tidak hanya masih kenakan giwang, waktu dipingit mereka tidak bisa kerjakan bicara serta berjumpa sapa dengan penduduk lain. Hingga kemudian dengan kontinyu, remaja desa Tenganan bakal diijinkan keluar dari ruangan pingitan setelah itu dengan kontinyu juga bisa berjumpa orang serta bicara.

“Ini tingkatan upacara manusa yadnya. Tetapi yang berada pada desa kami tidak serupa dengan upacara manusa yadnya yang umum dijalankan di Bali,” kata Arsa.