Friday, July 26, 2019
Tradisi kuno Ngaturang Buah sebagai wujud rasa syukur
Ritual itu dilakukan jadi bentuk sukur atas panen raya yang terjadi tahun ini.
Penyarikan Desa Pakraman Sidatapa, Made Parma mengatakan, adat ini telah terjadi dengan turun temurun. Peluang semenjak tahun 735 saka atau kira-kira tahun 767 masehi.
Tak ada catatan tercatat yang tentu berkaitan soal itu. Akan tetapi orang terus menjalankannya dengan teratur dengan penuh tulus.
Parma memperjelas, ritual itu dilakukan jadi bentuk perkataan sukur serta pernyataan terima kasih pada Dewa yang pelihara tumbuhan.
Sekaligus juga mengucap sukur pada leluhur orang Sidatapa yang datang dari Gunung Agung. “Selain ucapkan terima kasih, arahnya supaya tumbuhan ini dapat tumbuh lebat di waktu mendatang.
Selesai upacara di Pura Bale Agung ini, baru diteruskan dengan upacara di kebun di dalam rumah. Jika orang ingin mengadakan upacara jadi
bentuk sukur di pekarangan semasing, silakan. Namun harus tetap di mulai dari Pura Bale Agung ini dahulu,” jelas Parma.
Selanjutnya Parma memperjelas, tak ada tanggal spesifik atau dewasa spesifik untuk mengadakan upacara.
Umumnya upacara diadakan seandainya telah ada pertanda musim panen akan datang. Kalau telah demikian, karena itu Prajuru Desa mesti memberitakan terhadap semuanya orang, jika upacara ngaturang buah dilakukan.
Dalam dresta yang dipunyai, upacara ngaturang buah umumnya akan dilakukan saat tiga hari. Dalam hari pertama, orang harus bawa tiga butir buah durian.
Seandainya ada yang miliki buah-buahan lain, disilahkan membawanya. Umumnya orang yang miliki buah manggis, akan bawa setidaknya tiga kilo-gram manggis.
Sesaat yang miliki buah rambutan, bawa setidaknya tiga ikat. Dalam hari ke-2, orang kembali harus bawa dua butir buah durian.
Sedang dalam hari ke-tiga, cuma sebuah durian yang harus dibawa. “Semuanya itu buah-buahan lokal yang ada pada sini. Dari dahulu buah-buahan yang ada pada desa kami ya itu,” jelas Parma.
Bagaimana kalau ada orang yang gak punyai kebun durian? Menurut Parma, orang telah mendalami soal itu.
Jika toh ada yang gak miliki kebun durian, umumnya mereka akan beli pada tetangga.
“Karena ini untuk upacara, telah adat , orang telah mengerti. Mereka dapat memohon ke tetangga, atau beli pada tetangga juga dapat,” tuturnya.
Sampai kini, upacara ini tetap dilakukan. Jika toh gak dilakukan, itu dikarenakan dalam keadaan sebel desa, sampai tak ada upacara yang bisa dilakukan.
Dalam keadaan begitu, yakin ataukah tidak, pohon buah penduduk tak berbuah. “Kalau ada yang berbuah jarang,” tandas Parma.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment