Thursday, July 25, 2019

Tradisi unik perang tipat bantal merupakan wujud rasa syukur pada Sang Pencipta



Di Desa Kapal, di wilayah Badung, di propinsi Bali, ada satu adat yang menarik serta unik bila disaksikan dengan cara teliti. Yakni Aci Rah Pengangon, atau Perang Tipat-Bantal.
Adat ini jadi ikon rasa sukur pada Tuhan atas kehidupan yang diciptakan-Nya dan berlimpahnya hasil panen di Desa Kapal. Sekadar didapati, ekonomi desa ini bertambah karena hasil sesuai tanam serta pertanian. Adat ini dilakukan jadi tiap-tiap Bulan ke-4 dalam penanggalan Bali (sasih kapat) seputar bulan September–Oktober.

Tipat itu ketupat. Dia yakni hasil olahan makanan dari beras yang dibungkus dalam anyaman janur atau daun kelapa yang masih tergolong muda serta dibuat sisi empat. Sesaat Bantal yakni penganan yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus dengan janur, tetapi bersifat bundar lonjong.
Tipat serta bantal yakni simboli dari kehadiran kekuatan maskulin serta feminin. Dlaam ide Hindu, disebut yaitu Purusha serta Predhana

Hal tersebut juga yang diakui oleh leluhur Desa Kapal, kalaupun adat itu akan memberi kehidupan pada semua makhluk di dunia ini, termasuk juga semua yang tumbuh serta berkembang.
Adat ini serupa satu permainan, karena orang Kapal bergabung di muka Pura Desa, serta membagi diri mereka berubah menjadi dua grup.

Semasing grup disajikan tipat serta bantal jadi senjata. Dengnan tersebut, mereka sama-sama melempari grup lainnya.
Apa punya arti? Ini berarti jika pangan yang kita punya yakni senjata khusus untuk membela diri dalam kehidupan serta berkehidupan. Seklias adat ini serupa perang tomat di Spanyol.

Bila orang sebagian besar muslim jual ketupatnya mendekati lebaran, orang Kapal malahan tak. Orang desa Kapal dilarang jual tipat. Apa masalah? Karena Tipat dalam kondisi ini, adalah ikon dari kekuatan feminisme, yang mana diwakilkan oleh kehadiran Ibu Pertiwi/Bumi berbentuk fisiknya jadi Tanah.
Tanah yakni penopang hidup, tempat tumbuh serta berkembang yang perlu dijaga, dilestarikan, dirawat serta dihormati. Ini dia kearifan-kearifan lokal yang masih digenggam teguh oleh masyarakatnya.

Sesaat bantal banyak diterangkan dalam catatan-catatan peristiwa kuno berwujud lontar-lontar. Salah satunya lontar yang ceritakan peristiwa adat itu, ada di dalam Lontar Tabuh Rah Pengangon punya salah seseorang penduduk desa Kapal, Ketut Sudarsana.
Dalam lontar itu singkatnya diterangkan seperti berikut :

Disaat Asta Sura Ratna Bhumi Banten berubah menjadi Raja di Pulau Bali mengambil alih kakaknya, Shri Walajaya Kertaningrat yang wafat pada tahun Isaka 1259 atau tahun 1337 Masehi, beliau mengangkut seseorang Patih yang bernama Ki Kebo Taruna atau lebih diketahui jadi Ki Kebo Iwa serta punyai seseorang Mahapatih yang bernama Ki Pasung Grigis.
Semasa itu, sang Raja mengutus sang Patih untuk merestorasi Candi di Khayangan Purusada yang ada pada Desa Kapal.

Pada tahun Isaka 1260 atau tahun 1338 Masehi, berangkatlah Ki Kebo Iwa disertai oleh Pasek Gelgel, Pasek Terampil, Pasek Bendesa serta Pasek Berisik ke arah Khayangan Purusadha di desa Kapal, dengan terlebih dulu ke arah desa Nyanyi untuk ambil batu bata jadi bahan untuk merestorasi candi itu. Tak diterangkan bagaimana Ki Kebo Iwa merestorasi candi itu.
Satu periode, Desa Kapal alami paceklik panen yang menjadikan kemelut dalam kehidupan masyarakatnya. Cemas atas kondisi ini, Ki Kebo Iwa meminta jalan keluar pada Sang Pencipta dengan kerjakan yoga semadhi di Khayangan Bhatara Purusada.

Ketika melakukan yoga semadhi, beliau mendapat sabda dari Sang Hyang Siwa Pasupati untuk melakukan Aci Rah Pengangon atau Aci Rare Angon dengan fasilitas menghaturkan tipat – bantal jadi simbolisasi Purusha serta Predhana (sumber kehidupan), lantaran yang memicu dari semua paceklik itu yakni tanpa ada sumber kehidupan itu.
Dalam sabda ini juga, dicapai perintah supaya orang Kapal tak jual Tipat lantaran Tipat yakni simbolisasi dari Predana/Kekuatan Feminisme/Ibu Pertiwi. Pada akhirnya, dilaksanakanlah Aci Rah Pengangon di Desa Kapal sehinggga desa ini makmur serta tenteram.

Sesudah melakukan pekerjaannya, jadi kembalilah Patih Ki Kebo Iwa ke arah menuju purinya Raja Bali yakni di Batu Anyar ( saat ini diketahui dengan nama Bedulu ), hingga akhirnya selanjutnya Pulau Bali ditundukkan oleh Majapahit pada tahun Isaka 1265 atau tahun 1343 Masehi. Dari perihal ini pula selanjutnya berkembang adat Perang Tipat-Bantal ini di Desa Kapal (+ 666 tahun).

No comments:

Post a Comment