Thursday, July 25, 2019

Tradisi ngaben ritual pembakaran mayat umat hindu di Bali.



Buat umat Hindu Bali, ngaben berubah menjadi satu diantaranya sisi dalam kehidupan mereka. Lewat ngaben, faksi keluarga menjelaskan tulus bakal kepergian anggota mereka. Ada sejumlah arti ngaben, antara lainnya datang dari kata api baik riil ataupun abstrak dari puja mantra pendeta. Nah, untuk sadari seterusnya tentang ngaben, silakan lihat pembicaraannya dibawah ini.

pengertian ngaben
Upacara Ngaben yaitu upacara pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu Bali. Warga Hindu Bali mempunyai ritual dalam memperlakukan leluhur atau sanak saudara yang udah wafat. Mereka mengadakan upacara kremasi yang dimaksud Ngaben, yakni ritual pembakaran mayat jadi lambang penyucian roh orang yang wafat.

Asal kata ngaben ada tiga opini. Ada yang menuturkan datang dari kata beya yang berarti bekal, ada yang merunutkan dari kata ngabu atau berubah menjadi abu serta menyimpulkan lewat kata ngaben yakni penyucian dengan gunakan api. Dalam agama Hindu, dewa pencipta atau Dewa Brahma dikenal juga jadi dewa api. Oleh karena itu, Upacara Ngaben bisa disaksikan jadi membakar kotoran berbentuk jasad kasar yang menempel pada roh (dimaksud pralina atau meleburkan jasad) serta kembalikan roh pada Sang Pencipta.

Ritual Ngaben digelar dengan semarak berbarengan beberapa ratus sampai beberapa ribu orang yang terdiri dalam saudara ataupun masyarakat ditempat. Upacara pembakaran mayat yang dikerjakan di Bali ini, dikerjakan utamanya oleh yang beragama Hindu, dimana Hindu yaitu agama sebagian besar di Pulau Seribu Pura ini. Dalam Panca Yadnya, upacara ini terhitung dalam Pitra Yadnya, yakni upacara yang diperuntukan untuk roh lelulur. Arti upacara Ngaben secara prinsip yaitu untuk kembalikan roh leluhur (orang yang udah wafat) ke tempat aslinya. Seseorang Pedanda menuturkan manusia mempunyai Bayu, Sabda, Idep serta seusai wafat Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.

Upacara Ngaben umumnya ditunaikan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang wafat, jadi bentuk rasa hormat seseorang anak pada orang tuanya. Dalam sekali upacara ini umumnya habiskan dana 15 juta s/d 20 juta rupiah. Upacara ini umumnya dikerjakan dengan meriah, tidak ada isak tangis, lantaran di Bali ada satu kepercayaan jika kita tidak bisa menangisi orang yang udah wafat karenanya bisa menghalangi perjalanan sang arwah ke arah tempatnya.

Hari implementasi Ngaben dipastikan dengan cari hari baik yang umumnya dipastikan oleh Pedanda. Sekian hari sebelum upacara Ngaben ditunaikan keluarga dibantu oleh warga bakal bikin “Bade serta Lembu” yang benar-benar besar terbuat dari kayu, kertas warna-warni serta bahan yang lain. “Bade serta Lembu” ini adalah tempat mayat yang bakal ditunaikan Ngaben.

Asal-Usul Upacara Tradisi Ngaben
Bali adalah satu diantaranya provinsi di Indonesia yang mempunyai masyarakat paling banyak pengikut agama hindu, dengan kepemelukan agama hindu ini masyarakat bali mempunyai kpercayaan seperti pengikut hindu umumnya yang memilki keyakinan pada roh. Menurut masyaratakat ini seusai sesorang wafat, rohnya konsisten hidup karena itu mereka punyai upacara yang ciri khas dalam penyelenggaraan jazad satu orang yang berpulang yang dimaksud Pitra Yajna dimana serangkaian dari upacara ini biasa diketahui dengan Makna Ngaben/ Palebon/ Pralina dan seterusnya serta sesuai dengan tingkat serta tempat satu orang yang berharga “Desa-Kala-Patra-Nista-Madya-Utama”.

Ngaben pada umumnya didefinisikan jadi upacara pembakaran mayat, meskipun dari riwayat etimologi, itu kurang pas, dikarenakan ada rutinitas ngaben yang tidak lewat pembakaran mayat. Ngaben sebenarnya datang dari kata beya berarti cost atau bekal, kata beya ini dalam kalimat aktif (melaksanakan pekerjaan) berubah menjadi meyanin. Kata meyanin udah berubah menjadi bahasa baku untuk menuturkan upacara sawa wadhana. Bisa pun dimaksud Ngabeyain. Kata ini lalu dikatakan dengan pendek, berubah menjadi ngaben.

Ngaben atau meyanin dalam makna baku yang lain yang disebut dalam lontar yaitu atiwa-atiwa. Kata atiwa inipun belum bisa dicari asal usulnya peluang datang dari bahasa asli Nusantara(Austronesia), mengingat upacara sama dengan ini kita dapati pada suku dayak, di Kalimantan yang dimaksud tiwah. Demikian pula di Batak kita dengar dengan istilah tibal untuk menuturkan upacara seusai kematian itu.

Upacara ngaben atau meyanin atau atiwa-atiwa untuk umat Hindu di pegunungan Tengger diketahui dengan nama entas-entas. Kata entas memperingatkan kita pada upacara inti ngaben di Bali. Yaitu Tirta pangentas yang berperan untuk putuskan interaksi kesayangan sang atma (roh) dengan tubuh jasmaninya serta mengirimkan atma ke alam pitara. Dalam bahasa lain di Bali, yang berkonotasi halus, ngaben itu dimaksud Palebon yang datang dari kata lebu yang berarti prathiwi atau tanah.

Karena itu Palebon bermakna membuat prathiwi (abu). Untuk membuat tanah itu ada dua langkah yakni secara membakar serta memberikan dalam tanah. Akan tetapi langkah membakar yaitu yang paling cepat.Tempat untuk mengerjakan berubah menjadi tanah dimaksud pemasmian serta areanya dimaksud tunon. Tunon datang dari kata tunu yang bermakna membakar. Dan pemasmian datang dari kata serang yang bermakna hancur. Tunon lain tuturnya yaitu setra atau sema. Setra berarti tegal dan sema datang dari kata smasana yang bermakna Durga. Dewi Durga yang beristana di Tunon ini.

Di antara opini di atas, ada satu opini yang berkenaan dengan pertanyaan itu. Jika kata Ngaben itu datang dari kata ‘api’. Kata api memperoleh prefiks ‘ng’ berubah menjadi ‘ngapi’ serta memperoleh sufiks ‘an’ berubah menjadi ‘ngapian’ yang seusai alami proses sandi berubah menjadi ‘ngapen’. Serta lantaran berlangsung pergantian fonem ‘p’ berubah menjadi ‘b’ menurut hukum pergantian bunyi ‘b-p-m-w’ lalu berubah menjadi ‘ngaben’. Karena itu kata Ngaben bermakna ‘menuju api’.

Dengan garis besarnya Ngaben itu ditujukan yaitu untuk mengerjakan kembalinya Panca Mahabhuta di alam besar ini serta mengirimkan Atma (Roh) kealam Pitra dengan putuskan keterikatannya dengan tubuh duniawi itu. Dengan putuskan kesayangan Atma (Roh) dengan dunianya, Dia dapat kembali ke alamnya, yaitu alam Pitra. Lalu sebagai arah upacara ngaben yaitu biar ragha sarira (tubuh atau badan) cepat bisa kembali pada aslinya, yakni Panca Maha Bhuta di alam ini serta Atma bisa selamat bisa pergi ke alam pitra. Karena itu ngaben tidak dapat ditunda-tunda, harusnya demikian wafat selekasnya mesti diaben.

Agama Hindu di India udah mengaplikasikan langkah berikut sejak dahulu masa, dimana dalam kurun waktu yang singkat udah diaben, tidak ada upacara yang menjelimet, cuman perlu Pancaka tempat pembakaran, kayu-kayu harum jadi kayu apinya serta kelihatan mantram-mantram atau kidung yang terus mengalun. Agama Hindu di Bali pun pada prinsipnya ikuti beberapa cara ini. Hanya saja masih memberi pilihan untuk tunggu sesaat, mungkin ditujukan untuk berkumpulnya banyak sanak keluarga, tunggu dewasa (hari baik) menurut sasih dan seterusnya, tapi tidak bisa melalui dari 1 tahun. Tapi memang dengan ambil type ngaben simpel yang udah diputuskan dalam Lontar, sebenarnya ngaben dapat ditunaikan oleh siapa saja serta dalam kondisi bagaimana juga.

Yang penting arah penting upacara ngaben bisa terwujud. Sesaat tunggu waktu 1 tahun untuk diaben, sawa (jenasah/ jasad/ tubuh kasar orang yang udah wafat) mesti dipendhem (dikubur) di setra (kuburan). Tidak untuk mengundang sebuah hal yang tidak dibutuhkan, sawa juga dibuatkan upacara-upacara tirta pengentas. Serta proses pengembalian Panca Maha Bhuta terpenting Bagian Prthiwinya bakal berjalan dalam upacara mependhem ini. Ngaben tetap berkonotasi pemborosan, lantaran tanpa ada cost besar kerapkali tidak dapat ngaben.

Dari sini nampak opini yang udah pasti tidak benar yakni: Ngaben datang dari kata Ngabehin, berarti terlalu berlebih. Jadi tanpa ada punyai dana terlalu berlebih, orang akan tidak berani ngaben. Pikiran salah ini lalu mentradisi. Selanjutnya banyak umat Hindu yang tidak dapat ngaben, dikarenakan cost yang hanya terbatas. Menyebabkan leluhurnya sekian tahun dikubur. Soal ini benar-benar berlawanan dengan rencana basic dari upacara ngaben itu.

Tujuan serta Arah Diselenggarakannya Ngaben
Seusai didapati apa sebagai latar upacara ngaben itu, karena itu bisakah dirumuskan tujuan serta arah upacara itu. Dengan garis besarnya, ngaben itu ditujukan yaitu untuk mengerjakan kembalinya atau kembalikan bagian yang membuat tubuh atau ragha pada aslinya di alam ini serta untuk mengirimkan Atma ke alam Pitra dengan putuskan keterikatannya dengan tubuh duniawi (ragha sarira).

Dalam perjalanan Atma itu butuh bekal atau “beya” yang disebut oleh-oleh buat saudara empatnya yang udah tunggu dalam bentuk jadi masa, yakni: Dorakala, Mahakala, Jogor Manik, Suratma. Berbekal atau beya itu dikehendaki Atma bisa kembali dengan selamat. Lalu sebagai arah upacara ngaben yaitu biar ragha sasira cepat bisa kembali pada aslinya di alam ini serta buat atma dengan selamat bisa pergi ke alam Pitra. Karena itu, ngaben sebenarnya tidak dapat ditunda-tunda. Harusnya demikian meningga selekasnya mesti diaben.

Agama Hindu di India udah mengaplikasikan langkah berikut sejak dahulu masa. Sang Yudhistira mengabenkan banyak pahlawan yang gugur di medan juang di Tegal Kurusetra, saat itu juga cukup dengan saraa “Catur wija”. Banyak pembesar India seperti Nyonya Indira Gandhi, dalam sesaat udah diaben. Tidak ada upakara yang menjelimet cuma pperlu “Pancaka” tempat pembakaran, kayu-kayu harum jadi kayu apinya serta kelihatan mantram-mantram atau kidung yang tak henti mengalun.

Agama Hindu di Bali pun pada prinsipnya ikuti beberapa cara ini. Hanya saja masih memberi pilihan untuk tunggu sesaat. Dikasihkan tunggu sesaat, mungkin ditujukan untuk berkumpulnya banyak sanak keluarga, tunggu hari baik menurut sasih (bulan) dan seterusnya tapi jangan tunggu melalui 1 tahun, kalaupun melalui dapat berubah menjadi bhuta cuil sawa itu.

Jadi memang kita di Bali cuma dikasihkan peluang tidak melalui 1 tahun. Sesaat tunggu waktu 1 tahun untuk diaben, sawa mesti dipendhem (dikubur) di setra (kuburan). Tidak untuk membawa dampak satu hal yang tidak dibutuhkan, sawa yang dipendhempun dibuatkan upacara-upacara tirtha pangentas (air suci). Serta proses pengembalian ragha sarira pada alam bakal berjalan dalan upacara maphendem ini. Jadi arah upacara ngaben pada intinya yakni:

Melepas Sang Atma dari ikatan duniawi
Untuk dapatkan keselamatan serta kesenangan
Untuk dapatkan sorga pagi Sang Pitra

No comments:

Post a Comment