Saturday, July 20, 2019

Tradisi Unik Orang Sumba yang tetap dilaksakan sampai saat ini




Sumba salah satu pulau yg terdapat dibagian selatan Indonesia yg amat tenar dapat keindahan alam, tradisi istiadat dan budayanya. Gak bingung, keindahan alam serta rutinitas yg masih amat kental jadikan Pulau yg terdapat di Propinsi Nusa Tenggara Timur ini jadi sasaran beberapa turis baik turis domestik bahkan juga luar negeri.

Tersebut kekhasan rutinitas Pulau ini yang pasti dapat bikin pengunjungnya tercengang bila bertandang ke Pulau Sandlewood ini.

1. Rutinitas cium hidung
Rutinitas unik yg dapat diketemukan disaat bertandang ke Pulau Sumba merupakan rutinitas cium hidung atau "pudduk" (dalam bahasa Sumba Timur). Rutinitas ini sebagai rutinitas yg telah diwariskan turun temurun oleh leluhur orang Sumba.
Rutinitas cium hidung buat Orang Sumba sebagai ikon kekeluargaan serta pertemanan yg amat dekat. Diluar itu, bila ada faksi yg bertikai serta ingin berdamai, maka dapat dijalankan cium hidung yang disebut ikon perdamaian.

Rutinitas cium hidung dijalankan secara tempelkan dua hidung yg memberi isyarat jika dua individu seperti amat dekat serta tidak ada jarak.
Walau rutinitas cium hidung ini telah jadi tradisi istiadat serta adat buat Orang Sumba, akan tetapi rutinitas ini tidak bisa dijalankan pada sebarang tempat serta waktu. Rutinitas ini bisa dijalankan cuma dalam acara-acara khusus, seperti waktu proses realisasi rutinitas perkawinan, pesta pernikahan, hari lahir, hari raya besar keagamaan, pesta tradisi, kedukaan serta acara perdamaian.

Selain itu pula waktu penerimaan tamu-tamu yg dipandang terhormat atau agung yg datang dari lokasi Sumba sendiri. Lalu, bagaimana dengan tamu-tamu yg berasal di luar Pulau Sumba? Tentu bisa dijalankan rutinitas ini, kalau ada pemberitahuan terlebih dulu.

2. Rutinitas makan sirih pinang
Buat Orang Sumba, rutinitas makan sirih pinang atau "happa" (dalam Bahasa Sumba Timur) sebagai ikon kekerabatan dalam pergaulan keseharian bahkan juga dalam beberapa acara seperti perkawinan serta kematian dan acara yang lain.
Rutinitas ini dijalankan secara kunyah buah pinang, sirih, serta kapur yg dapat memicu gigi serta mulut berwarna kemerahan. Jangan bingung disaat anda bertandang atau bertamu ke rumah masyarakat orang Sumba, kamu dapat disuguhi sirih pinang yang disebut ikon penghormatan serta keakraban.

Lantas orang yg disuguhi sirih pinang itu mesti terima sajian itu, walau kelak diserahkan kepada orang, dibawa pulang atau dibiarkan pada tuan-rumah atau untuk menjunjung tuan-rumah dapat pula dikonsumsi tiada kapur biar mulut tidak berwarna kemerahan.
Diluar itu, sirih pinang pula jadi ikon komunikasi dengan arwah leluhur yg telah wafat dan seringkali disuguhi dalam beberapa acara penting, seperti tradisi perkawinan serta kematian. Maka itu kerap disaat bertandang ke Pulau Sumba, kita dapat memandang orang Sumba dapat menempatkan sirih pinang di atas kuburan keluarga serta kerabat mereka yg mereka singgahi jadi sinyal sebutan serta komunikasi dengan arwah keluarga atau kerabat yg telah wafat itu. Rutinitas yg amat unik tentu.

3. Rutinitas "nyale" serta pasola
Nyale atau cari cacing laut merupakan rutinitas yg perlu dijalankan untuk menyusul rutinitas Pasola. Dilansir dari Wikipedia Indonesia rutinitas nyale salah satu upacara rasa sukur atas karunia yg didapat, yg diikuti dengan datangnya musim panen serta cacing laut yg melimpah di tepi pantai.
Tradisi itu dijalankan pada saat bulan purnama serta cacing-cacing laut/nyale keluar di pinggir pantai. Apabila nyale itu gemuk, sehat, serta berwarna-warni, tanda-tanda tahun itu dapat dapatkan kebaikan serta panen yg sukses. Sebaliknya, apabila nyale kurus serta ringkih, dapat didapat bencana.

Sehabis rutinitas nyale dijalankan saat malam hari, karena itu pada esok harinya dapat diselenggarakan rutinitas Pasola. Pasola merupakan pertunjukan menunggang kuda serta dijalankan sama-sama melempar tombak antar dua grup yg terbalik.
Tombak yg dipakai pula bukan tombak yg tajam, tetapi masih saja dapat ada yg terluka, tidak tahu kuda tunggangan atau beberapa peserta pasola. Bila dalam rutinitas itu ada peserta pasola yg terluka serta ada darah yg tercucur dipandang bermanfaat untuk kesuburan tanah serta keberhasilan panen.

Jikalau berlangsung kematian dalam rutinitas ini, karena itu hal semacam itu pertanda awalnya terjadi pelanggaran etika tradisi yg dijalankan oleh penduduk pada tempat realisasi pasola.

4. Rutinitas belis
Belis sebagai rutinitas penyerahan mas kawin oleh faksi pria pada pihak wanita. Belis dalam tradisi Orang Sumba dapat berwujud ternak seperti kuda serta kerbau. Besarnya belis seseorang Wanita Sumba umumnya bergantung persetujuan di antara ke-2 pihak.
Bila yg dapat dinikahi merupakan wanita dengan status sosial tinggi, karena itu hewan yg dikasihkan sampai 30 ekor. Untuk rakyat biasa lebih kurang 5-15 ekor, serta untuk kelompok yg lebih bawah (dimaksud dengan hamba atau ata) dibayar oleh tuan (dimaksud maramba) mereka.

Diluar itu, penyerahan belis bisa pula berwujud mamuli. Mamuli merupakan perhiasan yg umumnya terbuat dari emas. Mamuli sendiri punyai ikon deskripsi rahim atau ikon kapabilitas reproduksi wanita. Lantas, faksi wanita dapat membalas pemberian faksi pria itu dengan ternak berwujud babi, sarung serta kain ciri khas Sumba.
Diluar itu, faksi wanita juga mesti menyediakan perhiasan (diketahui dengan hada) dalam Bahasa Sumba Timur, sarung, serta peralatan rumah tangga untuk anak gadis mereka. Bahkan juga faksi wanita yg datang dari garis keturunan bangsawan umumnya memberi hamba atau diketahui dengan dengan "ata: pada anak gadis mereka.

Masalah ini jadi persetujuan di antara faksi lelaki serta faksi wanita serta tentu dapat pengaruhi banyaknya belis yang penting dikasihkan oleh faksi lelaki pada pihak wanita. Umumnya disaat seseorang gadis Sumba bawa hamba/ata dari keluarganya, karena itu banyaknya belis yang penting dikasihkan oleh faksi lelaki pada pihak wanita juga bertambah besar.

5. Upacara kematian "marapu"
Di Pulau Sumba, dalam upacara kematian masih prasyarat dengan keyakinan pada roh nenek moyang atau lebih diketahui dengan "marapu". Upacara kematian marapu bisa memakai cost yg amat mahal sebab diperlukan banyak ternak untuk disembelih saat acara terjadi seperti kuda, kerbau, serta babi.
Bahkan juga upacara kematian ini mesti di tunda sekian tahun lamanya bermaksud supaya keluarga sanggup menyediakan cost untuk menyelenggarakan acara itu dan untuk menyatukan semua keluarga dari tempat jauh untuk hadir acara upacara kematian itu.

Tidaklah mengherankan bila mayat orang yg wafat di taruh dalam peti atau diketahui dengan kabbang serta dimakamkan saat sekian tahun hingga datang waktunya keluarga siap melakukan acara upacara kematian.
Di hari realisasi acara upacara kematian serta pemakaman, keluarga yg diundang dapat kumpul serta bawa beberapa ternak seperti babi, kuda, kerbau, sarung, serta kain ciri khas Sumba.

Penampilan ini berdasar interaksi keluarga dengan orang yg wafat, contohnya seseorang anak wanita yg telah menikah dapat bawa kuda atau kerbau disaat ayahnya wafat, lantas jadi balasannya sehabis pemakaman tuntas, anak wanita itu dapat dikasihkan babi untuk dibawa pulang.
Di Sumba, pemeluk keyakinan marapu pula memakamkan jenazah dalam batu megalitikum dengan tempat seperti janin dalam rahim atau diketahui dengan pahandiarangu. Akan tetapi, sejalan kemajuan zaman, pada sekarang ini hampir jarang-jarang diketemukan jenazah dikuburkan dalam tempat semacam ini, yg diketemukan merupakan jenazah di taruh dalam peti serta dikuburkan ke dalam kuburan yg terbuat dari batu.

6. Rutinitas kawin di antara "anak om serta anak tante" (sepupuan) diijinkan
Satu soal yg cukup unik dari Orang Sumba merupakan berkenaan rutinitas perkawinan sedarah di antara "anak om serta anak tante" (sepupuan) yg diijinkan bahkan juga amat direkomendasikan. Rutinitas ini dijalankan dengan arah supaya bertambah memperkuat interaksi kekeluargaan.
Contohnya, anak lelaki dari seseorang wanita Sumba bisa menikah dengan anak gadis dari saudara laki-lakinya. Biasanya, perkawinan sedarah sebagai soal yg tidak lumrah pada umumnya orang, akan tetapi jadi lumrah serta boleh-boleh saja buat orang Sumba.

Rutinitas ini bukan jadi satu keharusan yang penting ditaati oleh orang Sumba. Akan tetapi bila ada interaksi di antara "anak om serta anak tante" (sepupuan) yg tengah terikat, karena itu buat orang Sumba interaksi itu amat diijinkan.

7. Rutinitas "pahillir"
Rutinitas unik lain orang Sumba yg belum sangat didapati oleh beberapa orang merupakan "rutinitas Pahillir" atau dalam Bahasa Indonesia dapat disebut "rutinitas menghindar".
Rutinitas ini sebagai larangan keras yg tidak memperkenankan "anak mantu wanita serta ayah mertuanya atau anak mantu lelaki serta ibu mertuanya" atau "istri ipar serta anak mantu lelaki" berkomunikasi ditambah lagi bersentuhan dengan cara langsung, bahkan juga banyak barang punya semasing juga tidak bisa disentuh.

Buat Orang Sumba perihal itu merupakan "tabu" serta tidak layak dijalankan, sampai disaat mereka bersua, karena itu mereka mesti "menghindar" atau dalam Bahasa Sumba Timur diketahui dengan arti pahilir.
Dalam kehidupan keseharian, untuk jauhi kontak langsung di antara mertua dengan menantu yg tidak sama tipe kelamin, umumnya kesibukan dijalankan lewat penghubung.

Atau jika sangat terpaksa terlebih disaat tidak ada penghubung, contohnya untuk layani makan minum karena itu umumnya anak mantu menyimpannya dalam tempat yg dapat disaksikan oleh ayah atau ibu mertuanya yg pahilir, lalu umumnya ayah/ibu mertuanya mengetahui jika itu buat dia.

Arti dari rutinitas "pahilir" merupakan membutuhkan jarak dalam rekan sampai tidak mengundang hubungan-hubungan yg terlarang.

No comments:

Post a Comment