Semua tentu sudah tahu Bali salah satu tempat yang benar-benar memprioritaskan toleransi. Masyarakat Bali yang sebagian besar beragama Hindu bergabung dengan masyarakat yang beragama lain dengan benar-benar seirama.
Di Bali hampir tak pernah membicarakan ketidakcocokan agama, tak pernah mempersoalkan keyakinan agama lain. Semua sama-sama mendukung sebab terdapatnya rancangan menyama braya.
Rancangan "menyama braya" ini bermakna memandang kebanyakan orang yaitu saudara, bukan lantaran ada pertalian darah saja namun sebab manusia itu sama ciptaann Tuhan, sama di mata Tuhan.
Saat ada acara besar seperti acara keagaaman, acara pernikahan, acara kematian, semua tetangga turut serta, meski berlainan agama, tetapi yang terjalin dengan beribadah berjalan sesuai dengan keyakinan semasing.
Contoh saja di hari raya besar keagamaan, seperi Idul Fitri, umat beragama Islam dapat melaksanakan kebiasaan mengirimkan makanan atau ngejot terhadap umat beragama lain sebagai tetangganya. Begitupun sebaliknya kala umat Hindu, Kristen, Buddha rayakan hari besar keagamannya dapat melaksanakan hal sama.
Katakan saja misalnya di wilayah Desa Bengkel serta Pejaten, Kecamatan Kediri. Di sini banyak masyarakat pendatang yang beragama Islam yang rata-rata datang dari Jawa serta Lombok, mereka kerja jadi tenaga kerja pada industri kerajinan genteng.
Kala mereka rayakan Lebaran, dapat ngejot kue, makanan yang lain terhadap tetangga mereka, sedang umat nonmuslim kala rayakan hari besar keagamaannya tak asal-asalan ngejot ke umat Muslim. Ada tata kramanya.
Buat umat Hindu, umpamanya. Mereka akan tidak ngejot makanan dari sesajen yang dipakai buat ritual keagamaannya terhadap umat Muslim, tetapi menyediakan makanan tertentu, berbentuk buah-buahan serta kue.
Mereka tak pernah ngejot masakan olahan daging, sebab takut makanan itu tak halal. Dalam acara besar umat Hindu umumnya banyak siapkan daging umpamanya ayam, mereka dapat ngejot ayam yang masih hidup, hingga nanti disembelih serta dibuat sendiri oleh tetangganya.
Bukan hanya hingga sampai di sini narasi keselarasan mereka. Kaum muslim yang pulang kampung ke Jawa atau lombok, saat kembali pada Bali dapat bawa oleh-oleh bukan sekedar berbentuk makanan, namun juga janur yang umumnya dipakai oleh umat Hindu jadi fasilitas upacara keagamaannya.
Perihal ini pula yang membawa dampak pertalian antar umat beragama di Bali benar-benar seirama. Mereka dapat hidup berdampingan tiada mengacau kehidupan pribadi tetangganya.
No comments:
Post a Comment