Thursday, July 25, 2019

Tradisi Hari Nyepi dan rangkain kegiatan ritualnya.



Hari Nyepi bukan sebatas perayaan untuk umat beragama Hindu, tetapi juga bentuk pelestarian budaya. Dalam menyongsong serta menyelesaikan Hari Nyepi, masyarakat di Pulau Dewata ini miliki etika yang unik, dan sarat akan arti penyucian diri. Selanjutnya serangkaian etika Nyepi di Bali yang perlu kamu pahami.

Upacara Melasti

Melasti yakni upacara penyucian diri untuk menyongsong Hari Raya Nyepi yang dijalankan kala dua hingga tiga hari sebelum perayaan. Kesibukan yang dijalankan erat maknanya dengan menghanyutkan “kotoran alam” memanfaatkan sumber air seperti danau atau laut untuk menyucikan diri dari semua aksi jelek pada masa lampau.
Dalam pengerjaannya, penduduk dibagi per group untuk pergi ke sumber air. Tiap group datang dari satu kesatuan daerah yang sama. Kedepannya, penduduk bawa feature peribadahan, yakni pratima, pralingga, serta arca untuk disucikan. Tidak lupa pula sesajian untuk dipersembahkan sesuai sama kapabilitas semasing. Beberapa benda serta sesajian itu akan ditempatkan di meja atau panggung yang tempatnya membelakangi sumber air.

Sesudah itu, upacara akan di pimpin banyak pemuka agama (pemangku). Jadi bentuk pensucian, mereka akan memercikkan air suci ke feature peribadatan serta semuanya penduduk yang ada, dan sebarkan asap dupa. Selesai itu, semuanya anggota rombongan akan kerjakan ritual persembahyangan (panca sembah) dimana banyak pemangku akan bagikan air suci untuk diminum serta bija (beras yang udah dibasahi air suci) untuk dibubuhkan ke dahi tiap umat yang ada. Sesudah acara ini, feature peribadahan diarak kembali lagi pura untuk menekuni beberapa tingkatan ritual lainnya.

Pawai Ogoh-Ogoh

Ogoh-ogoh yakni patung raksasa sebagai lambang dari Bhuta Masa. Patung itu berbentuk menyeramkan serta rupanya diambil dari makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga serta Naraka, Widyadari, bahkan juga beberapa orang tenar, seperti banyak pemimpin dunia, artis atau tokoh agama. Istilah ogoh-ogoh datang dari kata “ogah-ogah” yang bermakna “mengguncang” serta sebagai wakil kejahatan yang perlu dicegah manusia.
Dahulunya, patung dibikin dari kerangka bambu yang dilapis kertas. Sejalan mengembangnya masa, bahan yang dimanfaatkan yakni besi serta bambu yang dirangkai berubah menjadi anyaman serta dibungkus gabus atau styrofoam. Pengerjaan ogoh-ogoh tentu terjadi dari jauh-beberapa hari sebelum Nyepi serta dibikin oleh beberapa anak muda jadi bentuk kreativitas mereka.

Satu hari sebelum Nyepi, pawai ogoh-ogoh dirayakan berbarengan dengan ritual ngrupuk, dimana penduduk akan berkeliling-keliling lingkungan sekalian keluarkan bunyi-bunyian serta sebarkan nasi tawur dan asap dupa atau obor. Lewat cara berbarengan, ogoh-ogoh akan juga diarak keliling desa oleh mereka yang udah minum arak jadi lambang tingkah laku jelek. Pawai akan disudahi dengan membakar ogoh-ogoh hingga habis. Kesibukan ini dijalankan supaya beberapa unsur negatif yang terdapat pada penduduk bisa “diusir” lewat cara berbarengan dengan musnahnya ogoh-ogoh.

Pucuk Perayaan Hari Nyepi

Maksud penting Hari Raya Nyepi yakni meminta ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) serta Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Dalam penyucian di Hari Nyepi, semuanya tempat di Bali akan ditutup. Semuanya masyarakat tidak bisa mengerjakan aktivitas apa pun di luar rumah serta harus taati peraturan-peraturan yang berlaku. Perihal ini untuk menghargai umat Hindu di Bali yang kerjakan Catur Brata Penyepian, mencakup perhatikan geni (tidak menyalakan api), perhatikan karya (tidak kerjakan pekerjaan), perhatikan lelanguan (hentikan kesenangan), perhatikan lelungaan (tidak pergi).

Ngembak Geni

Dalam bahasa Bali, Ngembak bermakna bebas serta Geni bermakna api. Apabila dikombinasikan, artian Ngembak Geni yakni bebas menyalakan api. Tapi, dalam artian luas, Ngembak Geni bermakna terlepas serta bisa kembali bekerja. Oleh karena itu, etika ini dijalankan sesudah Hari Nyepi.
Jadi bentuk rasa sukur, etika yang dijalankan yakni penduduk bersembahyang untuk memanjat sukur serta meminta pada kepada Sanghyang Widhi Wasa (istilah Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Hindu) supaya selamanya dilindungi, dikasih keringanan, dan kebaikan sampai-sampai dapat kembali berubah menjadi manusia yang baru. Terkecuali itu kala Ngembak Geni pula dijalankan Dharma Shanti (bersilaturahmi serta sama-sama mengampuni), baik di lingkungan rekan, keluarga atau penduduk.

Omed-Omedan

Saat Ngembak Geni, ada etika Omed-Omedan yang dijalankan selesai Hari Nyepi oleh pemuda-pemudi berumur 17 – 30 tahun di Banjar Kaja, Desa Sesetan. Dalam Bahasa Bali, “Omed-Omedan” bermakna tarik-tarikkan. Sesuai itu pula etika yang dijalankan dimana peserta pria serta wanita tarik-menarik dengan tangan kosong serta disirami air.
Etika diawali dengan pertunjukkan tarian Barong Bengkung. Selanjutnya, dilanjuti dengan persembahyangan bersama-sama di pura untuk meminta keselamatan. Seusai sembahyang, peserta dibagi dua group dengan definisi laki laki serta wanita. Ke-2 group akan diangkat serta sama-sama bertemu seusai dikasih aba-aba oleh satu orang sesepuh.

Kedepannya, mereka sama-sama bertabrakan serta disiram air. Kala bertabrakan, pemuda-pemudi bisa mengekpresikan kebahagiaan mereka. Ada yang memeluk serta juga ada yang mencium. Ritual ini bukanlah bermakna aksi yang tidak pantas, tapi malah berarti pernyataan sukur serta rasa persaudaraan. Tetapi, tidak menolak bila yang sama-sama bertabrakkan dapat sama-sama berjodoh,

No comments:

Post a Comment