Thursday, August 1, 2019
Tradisi Jawa Merawat Pusaka Peninggalan Nenek Moyang
Jamasan Pusaka, Kebiasaan Jawa Menjaga Pusaka Peninggalan Nenek Moyang
Jadi trik menjaga dan menghormati peninggalan nenek moyang yg di turunkan terhadap penerusnya, orang Jawa normalnya lakukan kebiasaan jamasan pusaka.
Dijalankan dengan cara turun-temurun dari generasi ke generasi, jamasan pusaka sebagai kebiasaan membersihkan beberapa benda peninggalan nenek moyang. Beberapa benda peninggalan yg disebut jadi pusaka akan dibikin bersih pas waktu malam 1 Suro menurut penanggalan kalender Jawa.
Tanggal 1 Suro di ambil sebab tanggal ini jadi pemberi tanda tahun baru Islam. Diluar itu, bulan Suro pula yakni bulan pertama dalam penanggalan Jawa yg dipercaya jadi bulan keramat, penuh larangan, serta pantangan.
Karena itu, orang Jawa umumnya senantiasa hindari bulan ini buat lakukan pekerjaan besar. Sebab takut terserang tulah, seperti kesialan atau 'apes'.
Beberapa benda peninggalan yg dibikin bersih dalam ritual jamasan pusaka di antaranya keris, tombak, kereta kencana, gamelan serta bermacam perlengkapan upacara. Orang Jawa menyakini kalau jamasan pusaka jadi trik buat menghormati dengan cara penuh peninggalan nenek moyangnya.
Nama kebiasaan jamasan pusaka datang dari bahasa Jawa kromo inggil (tingkatan paling tinggi dalam bahasa Jawa) 'Jamas' yg bermakna basuh, bersihkan, atau mandi. Sedang kata 'Pusaka' jadi istilah buat beberapa benda yg dikeramatkan atau diakui miliki kekuatan khusus.
Umpamanya saja gong, keris, tombak, kereta pusaka, serta bermacam benda yang lain. Hingga jamasan pusaka bisa di artikan jadi pekerjaan membersihkan, bersihkan, atau memandikan beberapa benda keramat.
Dalam ritual jamasan pusaka, beberapa benda peninggalan akan dicuci memanfaatkan warangan. Warangan yakni larutan kimia yg datang dari gabungan jeruk nipis dengan serbuk batu warang.
Orang Jawa yakin kalau dengan lakukan jamasan pusaka, mereka akan dihindarkan dari bermacam kesialan. Sebab kebiasaan pencucian benda pusaka memiliki tujuan buat menyingkirkan daya negatif atau efek jahat yg coba menempel pada pusaka itu.
Abdi dalam di keraton Yogyakarta. (Poto: Aditia Nviansyah/kumparan)
Beberapa benda pusaka peninggalan nenek moyang dipercaya orang Jawa memiliki fungsi jaga serta buat perlindungan pemiliknya dari roh halus, kapabilitas jahat serta daya negatif yg mendatangi sang empunya. Hingga kedepannya sesudah dicuci, beberapa benda pusaka bisa kembali lakukan 'tugasnya' secara baik.
Drs. Murtjipto, satu orang budayawan menuliskannya dalam bukunya yg berjudul Guna serta Arti Siraman Pusaka Mangkunegaran di Selogiri Kabupaten Wonogiri (2004) kalau jamasan pusaka memiliki tujuan buat dapatkan keselamatan, perlindungan, serta ketentraman.
Sebab buat beberapa orang Jawa, beberapa benda pusaka peninggalan nenek moyang itu miliki kekuatan magis yg akan menghadirkan rahmat pula perlindungan bila dirawat secara baik.
Jikalau tak dirawat, karena itu 'kekuatan' yg dipunyai benda pusaka akan sirna atau hilang. Serta kedepannya benda pusaka akan berubah jadi benda atau senjata biasa yg tak miliki kekuatan apa pun.
Mestinya acara ritual atau upacara dalam satu kebiasaan, ada beberapa tingkatan yg harus dijalankan kala menjalankan jamasan pusaka. Tingkatan yang penting di lewati buat lakukan jamasan pusaka ialah,
1. Sesi pemungutan pusaka yg disimpan dalam tempat khusus
2. Sesi tirakatan (bersemadi)
3. Sesi arak-arakan
4. Sesi pemandian atau jamasan pusaka.
Jamasan pusaka tak harus dijalankan dengan cara tertutup. Di Yogyakarta serta Solo umpamanya, faksi keraton umumnya memberikannya ruangan buat publik buat menyaksikan acara jamasan pusaka.
Bahkan juga seringkali banyak pemirsa berebutan ambil air yg menetes pada pusaka yg dicuci. Sesudah dicuci, beberapa benda pusaka tak serentak disimpan ke tempatnya seperti awalnya.
Umumnya acara jamasan pusaka dilanjut dengan lakukan kirab. Atau lakukan perjalanan dengan cara berarakan atau berbarengan beserta masyarakat ditempat. Kirab jadi lambang sugesti kalau beberapa benda pusaka yg dijamasi akan memberikannya rakyat hoki.
Dahulunya, jamasan pusaka cuma dijalankan tiap 1 tahun sekali di hari Jumat pertama bulan Suro. Tapi waktu ini, jamasan pusakan dikemas buat pekerjaan pariwisata yg dijalankan tidak sekedar di bulan Suro. Dengan faktor buat menarik turis, baik asing atau domestik.
Dari jamasan pusaka, kamu bisa lihat bermacam nilai budaya Indonesia yang bisa diadaptasi dalam kehidupan seharian. Umpamanya kebersamaan, kecermatan, serta gotong royong.
Nilai-nilai itu tampil dari ada sikap anggota orang buat kumpul serta sama-sama menunjang buat mempersiapkan ritual jamasan pusaka. Sebegitu jeli mereka lakukan persiapan, baik pada kala pra, acara ritual, sampai masa jamasan pusaka.
Diluar itu, kamu bisa menyaksikan nilai religius yg terpancar lewat jamasan pusaka. Ialah lewat panjatan doa serta angan-angan pada Tuhan yg minta perlindungan, keselamatan, serta kesejahteraan dalam kehidupan yg dilakoni.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment