Thursday, August 1, 2019

Upacara adat Jogja yang masih berlangsung hingga saat ini



Kraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang biasa dikatakan Kraton Yogyakarta sampai sekarang terus membela ciri-ciri, kebiasaan istiadat serta budayanya seperti Upacara Sekaten, Grebeg Muludan atau Tumplak Wajik. Gak bertanya-tanya kenapa banyak Pelancong Luar negeri serta Pelancong Nusantara ada ke Yogyakarta serta tertarik memperdalami pesona kebudayaannya yang terpancar dari Kraton.

1. Upacara Sekaten
Sekaten atau Upacara Sekaten merupakan acara ulang tahun Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan pada tiap-tiap tanggal 5 bulan Jawa mulud (Rabiul Awal tahun hijriah) di alun-alun utara Surakarta serta Yogyakarta. Upacara ini dulu di gunakan oleh Sultan Hamengkubuwono I, Pendiri Keraton Yogyakarta buat mengundang penduduk menuruti serta memeluk agama Islam.
Di hari pertama, Upacara ini dapat di mulai kala malam hari dengan arakan abdi dalam (punggawa kraton) bersama dengan dua set Gamelan Jawa Kyai Nogowilogo serta Kyai Gunturmadu. Arakan ini dimulai dari pendapa Ponconiti ketujuan Masjid Agung di alun-alun utara dengan dikawal oleh prajurit kraton. Kyai Nogowilogo dapat duduki bagian utara dari Masjid Agung sesaat Kyai Gunturmadu dapat ada di Pagongan sisi selatan Masjid Agung.
Ke-2 set gamelan ini dapat dimainkan dengan berbarengan s/d tanggal 11 bulan Mulud, saat 7 hari beruntun. Saat malam hari paling akhir, ke-2 gamelan ini dapat dibawa pulang dalam kraton.

2. Grebeg Muludan
Acara pucuk peringatan Sekaten dapat disinyalir dengan Grebeg Muludan yang diselenggarakan pada tanggal 12 Rabiul Awal (persis hari ulang tahun Nabi Muhammad SAW) dari jam 08.00 - 10.00 wib dengan dikawal oleh 10 ragam Bregada (kompi) prajurit kraton, Wirabraja, Dhaheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Nyutra, Ketanggung, Mantrijero, Surakarsa serta Bugis.
Satu gunungan yang terbuat dari beras ketan, buah-buahan serta makanan dan sayur-sayuran dapat dibawa dari Istana Kemandungan melalui Sitihinggil serta Pagelaran ketujuan Masjid Agung. Selesai di do'akan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan Kerajaan Mataram ini disalurkan pada penduduk yang mengganggap kalau sisi dari gunungan ini dapat bawa barokah untuk mereka.
Sisi Gunungan yang dirasa sakral ini dapat dibawa pulang serta ditanam di sawah ladang biar sawah ladang mereka berubah menjadi subur serta bebas dari semua ragam tragedi serta tragedi.

3. Tumplak Wajik
Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan, Satu upacara ialah Upacara Tumplak Wajik diselenggarakan di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00 wib. Upacara ini berwujud Kotekan atau permainan lagu dengan menggunakan kentongan, lumpang (alat buat menumbuk padi) serta semacamnya yang menandai awal dari pengerjaan gunungan yang dapat diarak saat Upacara Grebeg Muludan. Lagu-lagu yang dimainkan dalam acara Numplak Wajik ini merupakan lagu jawa popular seperti Lompong Keli, Tudhung Setan, Owal Awil atau lagu-lagu rakyat yang lain.

4. Upacara Labuhan
Upacara Labuhan adalah Upacara Kebiasaan Yogyakarta yang udah dilaksanakan sejak mulai jaman Kerajaan Mataram Islam pada era ke XIII sampai saat ini di Propinsi Wilayah Spesial Yogyakarta. Penduduk yakini kalau dengan lakukan Upacara Labuhan dengan tradisionil dapat terbina keselamatan, ketentraman serta kesejahteraan penduduk dan negara.
Upacara Labuhan kebanyakan ditunaikan pada empat tempat yang berjauhan terletak. Semasing tempat itu miliki latar peristiwa tertentu sampai pada semasing tempat itu butuh serta wajar dilaksanakan upacara labuhan. Ke empat tempat itu merupakan Dlepih yang ada di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Tempat yang ke-2 merupakan Parangtritis di sisi selatan Yogyakarta, Yang ke-tiga merupakan Pucuk Gunung Lawu serta yang ke empat merupakan di Pucuk Gunung Merapi.

Upacara Labuhan ini miliki sifat religius yang cuma ditunaikan atas titah raja jadi kepala kerajaan. Serta menurut etika Kraton Kesultanan Yogyakarta, Upacara Labuhan dilaksanakan dengan sah dalam rencana peristiwa-peristiwa seperti Pengukuhan Sultan, Tingalan Panjenengan (Ulang tahun pengukuhan Sultan) serta peringatan hari "Windo" hari ulang tahun pengukuhan Sultan "Windon" bermakna tiap-tiap delapan tahun.

Wajar apabila upacara tradisionil langka ini berubah menjadi daya tarik pelancong buat menyaksikannya. Susana khidmat upacara, keberanian banyak pembantu juru kunci melakukan Labuhan di lautan dan keramaian penduduk merebutkan beberapa benda Labuhan, Bertambah menarik acara Labuhan berubah menjadi menarik buat ditonton.

5. Upacara Siraman Pusaka
Upacara Siraman Pusaka merupakan Upacara Kebiasaan Kraton Yogyakarta bersihkan semua bentuk pusaka sebagai punya kraton. Etika ini diselenggarakan pada tiap-tiap bulan Suro di hari Jum;at Kliwon atau Selasa Kliwon dari pagi sampai siang hari yang kebanyakan dilaksanakan saat 2 hari.
Mengenai bentuk pusaka yang dibuat bersih salah satunya Tombak, Keris, Pedang, Kereta, Ampilan (banyak dhalang sawunggaling) dan lain-lain. Pusaka yang dirasa palinglah penting oleeh Kraton Yogyakarta merupakan Tombak K.K Ageng Plered, Keris K.K Ageng Sengkelat, Kereta Kuda Nyai Jimat, Teristimewa Sri Sultan bersihkan K.K Ageng Plered serta Kyai Ageng Sengkelat. Kemudian baru pusaka lainnya dibuat bersih oleh banyak pengeran, Wayah Dalam serta Bupati.

6. Upacara Saparan (Bekakak)
Desa Ambarketawang, yang terdapat di Kecamatan Gamping, Sleman, Wilayah Spesial Yogyakarta miliki etika unik berwujud Upacara Kebiasaan Yogyakarta Penyembelihan Bekakak. Ialah penyembelihan sepasang boneka temanten (pengantin jawa) muda yang terbuat dari tepung ketan yang ditunaikan 1 tahun sekali dalam bulan Sapar (kalender jawa).

Etika ini berkaitan dengan tokoh Ki Wirasuta, salah di antara satu dari tiga bersaudara dengan Ki Wirajamba serta Ki Wiradana sebagai Abdi Dalam Hamengkubuana I yang amat dicintai.
Disaat pembangunan Kraton Yogyakarta terjadi, banyak abdi dalam tinggal di pesanggrahan Ambarketawang terkecuali Ki Wirasuta yang menentukan tinggal dalam suatu gua di Gunung Gamping. Pada bulan purnama di antara tanggal 10 serta 15, di hari Jum'at berlangsung malapetaka. Gunung Gamping longsor, Ki Wirasuta serta keluarganya tertimpa longsoran serta dikatakan hilang lantaran jasadnya tak diketemukan. Hilangnya Ki Wirasuta serta keluarganya di Gunung Gamping mengakibatkan kepercayaan pada penduduk kurang lebih kalau jiwa serta arwah Ki Wirasuta terus ada pada Gunung Gamping.

Upacara Saparan awalnya punya tujuan buat menghargai kesetiaan Ki Wirasuta serta Nyi Wirasuta pada Sri Sultan Hamengkubuana I tapi lalu berganti serta ditujukan buat memperoleh keselamatan untuk masyarakat yang ambil Batu Gamping biar bebas dari tragedi. Dikarenakan pemungutan Batu Gamping cukup susah serta beresiko.


7. Upacara Nguras Enceh
Upacara Nguras Enceh merupakan etika ritual tahunan yang ditunaikan sehari-hari Jum'at Kliwon atau Selasa Kliwon pada bulan Sura (penanggalan jawa). Ritual ini berwujud bersihkan Gentong yang ada di makam raja-raja Jawa di Imogiri, Bantul, D.I Yogyakarta. Upacara ini dimaknai jadi usaha bersihkan diri dari dalam hati beberapa perihal kotor.

Selain itu Ritual 1 Sura yang lain diperingati oleh penduduk Jawa yang lain seperti Etika Sedekah Laut di pesisir-pesisir Pantai Selatan Jawa dengan Melabuh "Uba Rambe" ditengah-tengah laut. Uba Rambe merupakan sesaji atau sesajen yang berwujud nasi tumpeng, kepala kambing, ayam serta bermacam makanan kecil tradisionil yang lain.
Buat masyarakay Jawa pedalaman, ritual etika 1 Sura berwujud Sedekah Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali serta Ritual Mendaki Pucuk Sangalikur di Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.

8. Upacara Rabo Pungkasan Wonokromo Pleret
Upacara Rabo Pungkasan Wonokromo Pleret satu diantara upacara kebiasaan yang ada pada Yogyakarta atau lebih yang pasti ada di Desa Wonokromo, Pleret, Kabupaten Bantul. Upacara kebiasaan ini kebanyakan dipertunjukkan di hari Rabu paling akhir (Rabo Pungkasan) pada bulan Syafar yang ditujukan jadi bentuk pernyataan rasa sukur pada Tuhan Yang Maha Esa.

Pusat aktivitas upacara ini diselenggarakan di muka Masjid serta 1 minggu sebelum acara ini terjadi kebanyakan ada acara yang sifatnya keramaian (pesta rakyat). Seiring waktu berjalan lantaran dirasa pesta rakyat ini mengganggu beribadah masjid jadi aktivitas upacara ini dipindahkan ke depan Balai Desa di lapangan Wonokromo.
Dalam Upacara Rabo Pungkasan banyak acara aktivitas yang dilaksanakan yang miliki sifat hiburan seperti Perayaan Pasar Malam Sekaten. Pucuk acaranya sendiri berwujud Kirab Lemper Raksasa dari Masjid Wonokromo ketujuan Balai Desa Wonokromo. Kirab ini diawali pasukan kraton Ngayogyakarta, lalu lemper raksasa, serta golongan kesenian rakyat seperti Shalawatan, kubrosiswo, rodat dan seterusnya.

Di akhir upacara, lemper tesebut dapat disalurkan pada penduduk lantaran ini dirasa dapat memberikannya barokah tertentu untuk mereka yang dapat bawa pulang lemper itu.

9. Upacara Kebiasaan Pembukaan Cupu Ponjolo
Upacara ini diselenggarakan tiap-tiap Bursa pasaran Kliwon di penghunjung musim kemarau pada bulan Ruwah (kalender Jawa) berada di Desa Mendak Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul.
Cupu Panjala merupakan tiga buah cupu keramat yang disimpan dalam kotak kayu memiliki ukuran lebih kurang 20 x 10 x 7 cm serta dibungkus dengan beberapa ratus lembar kain mori. Ritual ini sesungguhnya acara pembukaan atau perubahan pembungkus cupu yang dilaksanakan tiap-tiap tahun sekali.

Ritual ini dilaksanakan oleh Abdi Dalam Keraton Yogyakarta dengan menggunakan Kemeja Kebiasaan Jawa serta awal kalinya udah berpuasa lebih dahulu. Ritual ini selamanya menarik animo penduduk gak cuma dari Gunungkidul saja akan tetapi pula dari daerah lain di Pulau Jawa.
Perihal ini tak lepas dari kepercayaan penduduk yang mengakui kalau tiap-tiap gambar yang nampak dalam susunan kain mori pembungkus cupu itu adalah ramalan momen 1 tahun ke depan.

Yan menarik dari Upacara Kebiasaan Pembukaan Cupu Ponjolo ini merupakan sering dalam tiap-tiap Pembukaan Cupu Ponjolo kerap diketemukan sejumlah benda seperti jarum, gabah kering, kulit kacang sampai motif gambar mirip wayang atau figure tersendiri. Meski sebenarnya saat 1 tahun Cupu itu selamanya disimpan dilemari dengan amat rapat serta tak bisa dibuka sekali-kali.

10. Jamasan Kereta Pusaka
Upacara Jamasan Kereta Pusaka Kraton Yogyakarta dilaksanakan tiap-tiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Suro berada di Museum Keraton Yogyakarta. Jamasan adalah ritual buat menjaga serta bersihkan beberapa benda pusaka yang dilaksanakan sejak mulai beratus-ratus tahun yang lalu oleh penduduk Jawa dalam isikan bulan Suro.
Beberapa ragam Benda Pusaka punya Keraton Yogyakarta seperti Kereta, Gamelan, Keris, Tombak dan lain-lain di basuh yang diistilahkan dengan "Dijamasi" pada bulan Suro (Muharram) yang dilaksanakan di hari spesial ialah Jum'at Kliwon atau Selasa Kliwon.

Satu diantaranya proses Upacara Kebiasaan Yogyakarta Jamasan yang dapat disaksikan oleh umum merupakan Jamasan Kereta Pusaka Kanjeng Nyai Jimat. Kereta Pusaka ini adalah kereta produksi Portugis tahun 1750-an hadiah dari Gubernur Jenderal Belanda serta berubah menjadi tunggangan pokok Sultan Hamengkubuwono I - IV.
Yang menarik dari acara Jamasa ini beberapa ribu penduduk dari beberapa wilayah selamanya berebutan air dari tersisa cucian kereta lantaran yakin air itu miliki barokah tertentu.
Terima kasih udah membaca 10 Upacara Kebiasaan Yogyakarta yang sampai sekarang tetap masih ada serta terjadi tiap-tiap tahunnya di Yogyakarta. Mudah-mudahan artikel ini bisa berguna buat kita serta mudah-mudahan etika di Yogyakarta ini terus terbangun kelestariannya.

No comments:

Post a Comment