Thursday, July 11, 2019
Mendaki gunung melewati lembah butuh tenaga ekstra
Jika kita lihat perjalanan kehidupan rumah tangga beberapa orang di seputar, baik kerabat dekat kita, rekan, bahkan juga orang-tua kita sendiri, saya temukan jika perjalanan itu kira-kira bisa terwakili oleh lagu barusan, yakni:
1. Mendaki Gunung Lalui Lembah
Hal pertama yang saya dapatkan ialah dibagian “Mendaki gunung, lalui lembah”. Jika perjalanan rumah tangga seperti melalui bukit, ada naik-turunnya. Ada pucuk kebahagiaan sebagai arah, ada pula lembah yang perlu dilewati saat akan turun dari pucuk.
Ada saatnya dia sangat berat serta penuh perjuangan seperti mendaki gunung, ada saatnya dia alami penurunan tajam hingga kita butuh waspada supaya tidak terjerumus. Demikian selanjutnya.
Kita butuh mengerti jika perjalanan rumah tangga tidak selamanya indah, seperti pucuk gunung yang kita lihat dari terlalu jauh. Bukan sekedar masalah pucuk yang disana kita dapat nikmati matahari yang keluar serta terbenam, lihat bentangan dunia dengan semua hal yang indah, jelas serta jelas benderang. Tetapi kita butuh siap akan terdapatnya lembah, keadaan alami penurunan yang mungkin saja menjemukan serta kadang gelap gulita.
2. Sungai Mengalir Indah Ke Samudera
Ke-2, “Sungai mengalir indah ke samudera”. Jika sesudah perjalanan yang turun-naik tadi—yang memvisualisasikan perjalanan di awal-awal pernikahan waktu suami-istri sama-sama mengenal—, akan datang saat-saat yang tenang serta penuh kasih sayang, semua berasa sangat indah, mengalir dengan apa yang ada ke arah ke babak selanjutnya, samudera.
Di samudera, rintangannya akan berlainan. Saat suami-istri telah sama-sama dapat lebih mengerti, bukan bermakna perjuangan itu usai demikian saja, tetapi set baru malah akan selekasnya diawali. Bukan turun-naik yang penuh kemelut, tetapi ombak bergelombang yang terkadang dibarengi dengan hujan badai.
Babak ini ialah saat kesetiaan serta kesabaran kita diuji-coba. Bukan sekedar waktu penuh rintangan saat mempunyai anak dengan segudang problematikanya. Kewalahan dalam mengurusinya, permasalahan keuangan yang tanpa hentinya, serta mungkin saja permasalahan dengan mertua yang tidak tersangka awalnya. Dan juga waktu keringanan hidup yang hadir dengan mendadak, yang jika kurang direspon dengan bijak dapat membuat terbuai serta lupa.
Semua hadir silih bertukar, seperti badai.
Pilihannya ialah di antara bertahan di bahtera walau porak-poranda, atau melarikan diri, pergi tinggalkan nahkoda dengan bawa harta karun yang banyak.
Tetapi, seperti dalam episode naik gunung serta menuruni lembah, berlayar di samudera pun tidak selalu menyeramkan. Ada indahnya juga. Tidak hanya hujan badai, kita dapat juga nikmati pemandangan yang indah ditengah-tengah lautan. Serta umumnya, beberapa orang yang pernah melaut pasti tambah lebih arif dalam menanggapi hidup. Sebab di lautan yang luas serta tenang itu, kita dapat mempertajam kebijakan, merenungkan dalam-dalam arti kehidupan. Serta di situlah, kita dapat lebih tenang serta teratasi saat hadapi ombak serta badai rumah tangga.
Lumba-lumba, ikan-ikan yang berenang serta berlompatan di samping kapal, meningkatkan kesenangan serta serunya perjalanan, kan?
Mereka itu beberapa anak yang lucu serta menggemaskan, walau terkadang hoby memercik air hingga membuat kita kebasahan. Basah sebab keringat cari nafkah, basah sebab air mata kebahagiaan serta rasa sedih.
Coba bertanya ke orang-tua semasing, atau kerabat yang umur pernikahannya telah di atas 10 tahun, telah punyai anak, kira-kira sama tidak? Saya meyakini sejumlah besar sama.
3. Bersama dengan Rekan Bertualang…
Selanjutnya, ialah sisi yang menjadikan satu dua sisi awalnya, yakni “Bersama rekan bertualang…”
Ya, walau dengan turun-naik yang demikian memusingkan, keganasan samudera dengan gelombang ujiannya, kita tidak bisa lupa jika dalam melalui perjalanan rumah tangga kelak, kita tidak sendirian. Ada pasangan hidup, suami/istri yang siap temani serta memberikan suport.
Oleh karena itu esensi dari pernikahan, menggenapkan. Menggenapkan dalam makna sempurnanya keimanan, jika ada amalan-amalan beribadah yang cuma dapat dikerjakan oleh orang yang telah berumah tangga.
Sebagaima sudah Rasulullah berikan, jika saat satu orang menikah karena itu sudah sempurnalah 1/2 keimanannya, bekasnya tinggal menyempurnakan ketaqwaan untuk setengahnya .
“Siapa yang menikah karena itu dia sudah prima 1/2 keimanannya, karena itu takutlah pada Allah pada 1/2 sisanya” (HR at-Thabrani)
Menggenapkan dapat juga bermakna melipatgandakan rizki yang awalnya cuma untuk seseorang, sekarang ditambah lagi sisi untuk pasangan serta beberapa anak.
Tentu saja, yang lebih berasa ialah menggenapkan jati kita, yang semula bimbang serta serba setengah-setengah, jika telah menikah jadi utuh pada sebuah kesatuan. Tidak hanya menggenapkan yang semula sendiri (ganjil), jadi berdua (genap) tentunya…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment